Senin, 17 Desember 2012

Ketika Hujan Mengantarkan dirinya kepadaku


Ketika Hujan mengantarkan dirinya kepadaku..

        Hujan rintik-rintik membasahi dedaunan yang ada di pepohonan hingga terlihat setetes demi setetes air hujan pada daun itu. Udara yang sejuk diselingi juga aroma tanah basah akibat hujan gerimis itu. Menjadikan pula tubuhnya kaku karena angin yang terhembus kencang hingga membuat bulu kuduknya itu merinding.

                Namanya Jeremia Alsonn. Banyak orang memanggilnya dengan sebutan Jeremy. Ia adalah anak dari dua bersaudara. Adik laki-lakinya sekarang sedang duduk di bangku SD kelas 5. Kehidupannya sangat sibuk karena kegiatan yang lumayan padat karena banyak kegiatan yang menuntut kerja ekstra. Walaupun saat ini ia duduk di bangku SMA, tapi pekerjaan apapun sudah pernah ia lakukan demi mendapat perhatian dari seseorang. Namun pekerjaan yang ia lakukan itu ternyata sia-sia. Dia, wanita yang ia idamkan sudah bukan miliknya lagi. Masa lalu yang indah itu ternyata sudah pupus diterjang hujan deras.

                Ia duduk sambil menanti hujan reda di halte bus. Dengan memegang helm dan masih berpakaian seragam basket, ia berusaha untuk menahan rasa dingin pada waktu itu. Dengan rasa kecewa karena hujan masih saja deras karena musim penghujan, ia nekat untuk mengendarai sepeda motornya itu dan dengan cepat dia tancap gas tanpa rasa peduli terhadap tubuhnya itu.

                Sesampai di rumah, Mamanya membukakan pintu untuknya dengan keadaan setengah marah karena tubuh Jeremy sudah basah kuyup.

                “Jeremy, kenapa kamu bisa pulang telat? Ini jam berapa dan kenapa tubuh kamu basah kuyup begini?”, sentak Mama saat menatap  Jeremy  berdiri di depan rumah.

                “Maaf, Ma.Tadi aku latihan basket dan tidak tahunya hujan deras. Maunya tadi menunggu hujan reda tapi kelamaan. Jadi aku nekat.”, ucapnya sambil menunduk ke arah lantai.

                “Ya, sudah.Masuk ke kamar,mandi,makan,kemudian belajar.Cepat sana!”, kata Mama galak.
___

                Setelah membersihkan tubuh dengan mandi, ia melihat handphone miliknya untuk melihat-lihat apakah ada pesan masuk untuknya atau tidak.Selain itu, ia juga melihat pemberitahuan di facebook dan di twitter. Tapi sayang, kosong!Akhirnya ia menuruni tangga dekat kamarnya kemudian menuju ke dapur dan makan hingga kenyang.

                Sembari makan di luar rumah,ia sedang menatap dedaunan serta bunga-bunga yang basah akibat hujan tadi. Seperti berkilauan memancarkan cahaya. Padahal kilau itu berasal dari lampu taman yang sangat terang pada malam itu.

                “Tuhan, aku masih menyayanginya. Aku tidak bisa melupakan hal-hal unik itu bersamanya. Andai saja ia tidak pergi, pasti ia berada di sampingku saat ini. Di dekatku...”, batinnya dalam hati.

                Malam ini memang malam yang begitu indah. Walaupun awan mendung yang masih menutupi indahnya langit malam,ia masih dapat menikmati malam itu. Angin yang berhembus pelan membuat matanya itu ingin menutup mata dan  tidur. Akhirnya, ia menyelesaikan makan malamnya kemudian istirahat di malam yang indah itu.

___

                Ayam berkokok ria membangunkannya dari tidur. Dengan mata yang masih sembab, ia memberanikan diri untuk bersiap-siap pergi ke sekolah. Pagi ini memang indah. Terdengar burung-burung berkicauan dan bunga-bunga bermekaran disana-sini. Alangkah indahnya bila ia memetik salah satu dari bunga itu untuk memberikannya kepada seseorang yang jauh disana. Tapi itu tak mungkin bagi Jeremy.

                Ketika tiba di sekolah, halaman sekolah sudah ramai karena banyak murid-murid yang bermain basket. Iapun juga tidak kalah dengan mereka. Ia meletakkan tasnya di bangku kantin dan memulai untuk bermain basket. Jeremy mencoba untuk three point tetapi hasilnya tidak sempurna seperti biasanya. Yang ada hanyalah bola basket itu memantul di papan ring basket. Karena menyerah dengan permainannya itu, ia memutuskan untuk berhenti bermain.

                Pelajaran di sekolah hari ini sangat membosankan. Enam jam berturut-turut diisi dengan mata pelajaran IPA yang sangat rumit dan membingungkan. Ia sering melihat jam tangan yang dipakainya setiap pelajaran itu baru dimulai.

                “Eh, Jeremy. Kau ini kenapa sih?Lagi galau ya? Sudahlah, sabar saja. Lagian Pak Guru ini bakal cepet kok mengajarnya.”, ucap Alex, sahabat Jeremy yang benar-benar mengerti apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu.

                “Aku gak papa kok. Perasaanmu aja mungkin?” , jawab Jeremy bohong.
“Okelah, terserah kau saja.”, ucap Alex menyerah.

                Jam terakhir telah usai. Jeremy yang dari tadi tidak keluar kelas menjadi tidak tahu bagaimana keadaan di luar. Ia berjalan menyusuri lorong. Mengamati keadaan yang ada disekitanya. Dari jauh, ia melihat teman-temannya bermain basket. Hingga ia menemukan seseorang yang ia rasa asing di matanya. Perempuan itu sedang membaca buku di kursi taman depan ruang Kepala Sekolah.

                “Sepertinya dia anak baru. Tapi kenapa tadi aku tidak tahu? Hm,biarlah. Paling juga adik kelas.”, pikirnya. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya tadi.

                Sesampainya di parkiran sekolah, Ia duduk di sepeda motor kesayangannya. Ia mengamati  sudut sekolah satu per satu. Terlihat, seseorang yang dia lihat tadi berjalan di depannya. Jeremy baru sadar bahwa perempuan itu ternyata memakai baju bebas. Tapi siapa dia? Pertanyaan itu terpikirkan di benak pikiran Jeremy.

                “Hey, bro. Apa kabar nih?? Keluar yuk? Kita main-main kayak biasanya gitu?”, ucap Ivan. Laki-laki dengan  tubuh setengah tinggi dengan kulitnya yang eksotis.

                “Makasih banyak,bro. Aku ada pertemuan sama coach di lapangan. Lagian, aku udah enggak minat lagi sama permainanmu itu. Maaf nih ya. Hehehe.”, tolak Jeremy mentah-mentah.
Hal itu membuat Ivan,yang juga teman dekat Jeremy pergi seenaknya tanpa pamit. Sudah pasti Jeremy jengkel dengan sikap Ivan tadi.

                Jeremy menyalakan mesin motornya dan menancap gas serta meluncur untuk pulang ke rumahnya. Di perjalanan, Jeremy masih bingung dengan perempuan itu tadi.Sepertinya ia pernah melihat perempuan itu. Tapi dimana? Apa dalam mimpinya? Pertanyaan itu masih terngiang-ngiang di pikiran Jeremy.

                Perkiraan cuaca Jeremy tadi sepertinya salah. Yang tadinya hari begitu cerah, tetapi tiba-tiba saja awan mendung. Sepertinya akan datang hujan lagi. Untung saja, Jeremy tidak lupa membawa mantelnya. Bila tidak, siap-siap saja ia terkena marah Mamanya lagi.
Jeremy memasuki pintu gerbang perumahannya yang besar dan mewah. Walaupun rumahnya tidak terlalu besar, ia pun sangat menikmati kehidupannya itu.
               
                Seperti biasanya, Jeremy memberhentikan dirinya untuk duduk di kursi taman perumahannya itu. Ia mengambil earphone serta MP3 dari dalam tasnya dan mulai menyalakannya.
Bahkan,Jeremy betah duduk berjam-jam untuk bisa mendengarkan lagu-lagu dari MP3 nya.

___

                Ia tiba di Bandara Juanda. Dengan mata terpejam, ia merasakan hembusan angin yang menghembus baju dan roknya. Ia berjalan menuju koridor bandara. Setelah ia dan orang tuanya mengambil koper, mereka berjalan untuk mencari taksi ke Malang. Perjalanan mereka sangatlah lama. Kira-kira satu setengah jam.

                Perempuan itu bernama Gwenn Pricilla. Perempuan ini berkulit putih,tubuh yang tidak terlalu tinggi,serta berambut panjang. Wajahnya yang terlihat imut dan lucu pasti dapat membuat para lelaki jatuh bangun karenanya. Setibanya di Malang, ia pulang menuju rumahnya yang lama yang bertahun-tahun tidak ditempati. Tanpa persiapan apa-apa, perempuan yang sering disapa Pricilla ini menuju SMA yang ia ingini bersama dengan orang tuanya untuk mendaftarkan Pricilla untuk sekolah.

                Sesampainya di sekolah tersebut, Pricilla menengok kanan kiri melihat sekolah ini. Ia bingung begitu sepinya sekolah ini. Orang tua Pricilla bertemu dengan Kepala Sekolah. Sedangkan  Pricilla hanya menunggu diluar dengan membaca buku kesukaannya. Saat itu juga, terdengar bel tanda pulang sekolah berbunyi. Pricilla mendongak dengan kaget. Ia melihat banyak murid-murid keluar berhamburan. Waktu itu, Pricilla merasakan ada hal yang aneh yang membuat ia merinding. Seperti ada seseorang yang mengamatinya dari belakang. Tetapi, Pricilla tidak berani menoleh ke arah manapun karena ia takut.

                Orang tua Pricilla keluar bersama Kepala Sekolah dan tak lupa Pricilla berpamitan pulang kepada Kepala Sekolah.Dengan wajah yang sumringah, Pricilla berjalan menyusuri lorong bersama orang tuanya.

                “Ma, Pa. Pricilla ke toilet dulu ya. Nanti Mama sama Papa tunggu di mobil aja. Aku berani kok. Jadi, tidak perlu khawatir. Toiletnya di dekat sini kok.”, ucap Pricilla kepada orang tuanya.

                “Iya, nak. Hati-hati ya. Papa tunggu di mobil sama Mama.”, jawab orang tuanya.

___

                Pricilla keluar dari kamar mandi. Dilihatnya banyak perempuan yang sedang antri memakai kamar mandi sekolah. Pricilla pun segera meninggalkan kamar mandi itu. Ia berjalan menuju parkir mobil sekolah. Tidak terlalu jauh,hanya saja perlu percaya diri saat melewati kantin dan tempat parkir itu. Ketika Pricilla melewati tempat parkir sepeda motor, Ia melihat seorang lelaki yang mengamatinya saat ia berjalan di depannya. Hati Pricilla berdebar kencang. Ia takut jika lelaki itu mengganggu dirinya.

                Perasaan negatif itu sudah hilang. Ia masuk ke dalam mobil orang tuanya dan pergi meninggalkan sekolah. Di perjalanan, perasaan yang aneh itupun muncul di dalam benaknya. Saat mendaftar sekolah saja, ada seseorang yang mengamatinya dari jauh. Apalagi saat ia bersekolah nanti?

                “Pa, nanti aku berhenti di taman perumahan ya. Aku mau refreshing sebentar.” , pintanya.
“Iya, Nak. Tapi jangan lama-lama ya. Soalnya kamu harus merapikan barang-barangmu.”, ucap Papanya.”Oke”, jawabnya singkat.

                Pricilla turun dari mobil dan berjalan berkeliling taman itu. Pricilla mengelilingi taman kecil itu dengan penuh gembira. Ia melihat seorang lelaki duduk di kursi taman dan di depannya terdapat sepeda motor. Yang pasti sepeda motor itu milik lelaki itu. Ia juga melihat bahwa lelaki itu sedang terdiam sambil mendengarkan lagu dari MP3 nya.

                Pricilla melihat lelaki itu,sambil berharap bahwa lelaki itu tidak dapat mendengarkan apa yang akan ia katakan.

                “Rinai hujan basahi aku”, ucap Pricilla.

___

                Jeremy mendengarkan suara hentakan kaki.Ia mengurangi volume lagu dari MP3 nya dan mendengar apa yang dikatakan perempuan itu.
                “Rinai hujan basahi aku”, ucap perempuan itu kali keduanya. Ia menatapnya dengan aneh. Sepertinya Jeremy pernah bertemu dengannya. Tapi kapan? Jeremy berusaha mengingat-ingat.
Ia tiba-tiba teringat dengan perempuan yang tadi duduk di kursi taman sekolah sambil membaca buku yang sepertinya novel.

                Saat itu juga, tiba-tiba hujan datang dengan perlahan-lahan. ”Aneh, apakah dia pawang hujan? Ketika dia meminta hujan membasahi tubuhnya, tiba-tiba saja hujan datang. Misterius sekali perempuan ini ”, katanya dalam hati.

                Terlihat Pricilla mengangkat kedua tangannya dan merentangkannya. Sedikit demi sedikit air hujan itu membasahi baju yang dipakainya. Pricilla sangat senang dengan datangnya hujan. Jeremy tersenyum.

                “Hey, kamu. Ngapain kamu meminta hujan? Bukannya lebih enak bila tidak hujan?”, tanya Jeremy sambil menikmati air hujan.

                “Kamu siapa? Terserah aku dong. Lagian aku sangat suka hujan.”,jawabnya.”Ayo berteduh, cepat!”, ucap Jeremy kepada perempuan itu.

                “Iya iya”, patuhnya.

Jeremy dan Pricilla berteduh di tempat dimana Jeremy tadi duduk. Mereka berdua seakan-akan bisu satu sama lain. Atau jangan-jangan mereka sedang merasakan sesuatu? Akhirnya hingga salah satu dari mereka mengangkat suara.
                “Kenapa kamu tadi meminta hujan?”, tanya Jeremy dengan lembut sembari mendekap tubuhnya yang kedinginan.

                “Tidak apa-apa. Aku suka dengan hujan. Coba kalau tidak ada hujan, pasti tidak mungkin tumbuhan akan tumbuh subur. Tumbuhan kan perlu air?”, jelasnya.

                “Oh,begitu. Rumahmu dimana?”, tanya Jeremy sekali lagi.

                “Hm,di dekat sini kok. Kenapa?”, ucapnya.

                “Memangnya kamu nggak dicari sama orang tuamu? Apalagi kamu basah kuyup begini.”, ucap Jeremy.

                “Oh My God, Aku lupa. Oh ya kalau begitu aku pergi dulu ya, Bye!”, katanya .
“Hey, tunggu.”, ucap Jeremy.”Ada apa??”

                “Kamu mau jalan kaki? Terus kamu bawa payung?”, tanyanya.
“Hehe, iya. Aku enggak bawa.”

                “Kalau gitu ayo aku anterin. Terus kamu pakai jaketku ini.Biar kamu enggak masuk angin. Ya?”, tawarnya.”Iya,thanks.”

                Pricilla memakai jaket yang dipakai Jeremy. Sedangkan Jeremy mengantarkan Pricilla pulang. Walaupun mereka belum mengenal satu sama lain atau bahkan mereka belum berkenalan, mereka seperti teman lama yang tidak pernah bertemu. Hati Jeremy merasa tenang. Begitu pula keadaan hati Pricilla.

                “Oh, ini rumahmu. Sepertinya rumah ini lama tidak dihuni. Tapi memang kamu yang mempunyai rumah ini?”, tanya Jeremy.

                “Iya. Oh ya, perkenalkan. Namaku Gwen Pricilla .Kamu?”, ucap Pricilla sembari menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.

                “Jeremia Alsonn. Tetapi panggil saja Jeremy. Sama saja kok.”, jawab Jeremy dengan senang hati dan menerima jabat tangan itu.

                Pertemuan mereka adalah pertemuan yang indah. Coba saja, kalau tidak hujan. Pasti Jeremy dan Pricilla tidak akan berjabatan tangan seperti tadi. Bagi Jeremy, pertemuan karena hujan ini tidak akan terlupakan. Sedangkan bagi Pricilla, .....masih dirahasiakan olehnya.

___
                Jeremy membuka pintu kamarnya dan menyelinap masuk. Ia masih membayangkan pertemuan yang tadi dengan Pricilla, teman barunya. Tampak wajah Jeremy berbinar-binar sejak ia melihat Pricilla di sekolahnya tadi. Ia berpikir apakah ia akan bertemu dengan Pricilla lagi?? Sepertinya itu tidak mungkin. Tetapi jika memang Pricilla adalah orang yang selama ini ia cari, ia yakin pasti Tuhan akan melangkahkan kakinya untuk dapat bertemu dengan Pricilla begitu sebaliknya.

                Jeremy membaringkan tubuhnya di tempat tidur kesayangan sambil melihat sekeliling dinding kamarnya yang dipenuhi poster pemain basket profesional kesukaannya.

                “Hm, kenapa aku tiba-tiba memikirkan perempuan itu tadi? Aku kan baru berkenalan dengannya? Oh Tuhan! Tidak..tidak.. Lebih baik aku beristirahat saja. Tetapi, apakah dia beristirahat saat ini?? Ya Tuhan! ada apa denganku ini?? Say No to her!!Uhhh”, ucapnya sambil geregetan jika mengingat hal itu tadi. Lagian, Jeremy juga tidak berharap bisa bertemu dengan perempuan itu lagi kecuali rencana Tuhan Sang Pencipta.

                Pada waktu yang sama, Pricilla membaringkan tubuhnya di kasur yang empuk yang juga lama tidak ia tempati. Ia memandang atap kamarnya yang berasal dari kaca. Ia melihat embun bekas hujan tadi sore. Ia juga teringat. Teringat tentang............laki-laki itu tadi. Sepertinya ada yang aneh dan misterius dari laki-laki ini. Kenapa tiba-tiba ia bisa muncul di sekitarnya hari ini? Atau laki-laki itu yang mengikuti Pricilla?? Pikiran yang seharusnya tidak penting untuk dipikrkan jadi terpikirkan oleh Pricilla. Bahkan, ia penasaran dengan sosok Jeremy  yang baru kenal tadi sore, ketika hujan. Saat itu juga, Pricilla mengambil buku diary-nya dan memulai untuk menulis kejadian hari ini...

___

                Fajar telah menampakkan sinarnya. Sinar yang begitu hangat dan membawa kehangatan bagi setiap orang yang masih merasakan sisa-sisa udara ketika hujan kemarin sore seperti Jeremy. Walaupun ia masih berada di tempat tidur, tetapi ia merasakan bahwa ini sudah pagi dan waktunya untuk bersiap ke sekolah. Dengan keadaan yang malas, ia bangun menuju kamar mandi dan bersiap-siap pergi ke sekolah.

                “Pagi Ma, masak apa hari ini?”, ucap Jeremy sambil membawa tas ranselnya turun dari tangga. ”Pagi juga, nasi goreng. Ada apa? Tumben sekali kamu tanya Mama masak apa?”,jawab Mama Jeremy sembari menyiapkan piring untuknya,adik Jeremy,dan Papa Jeremy.

                “Gak papa kok, Ma. Oh ya,Mama tahu jaketku tidak?”,tanyanya.”Jaket yang mana?”, jawab Mama Jeremy.”Jaket yang Jeremy pakai kemarin. Yang abu-abu.”

                “Tidak,kenapa memangnya? Jangan-jangan hilang?”. ”Tunggu. Aku ingat dulu. Ya ampun, di bawa perempuan itu! Oh God..Kenapa aku baru mengingatnya?”
“Perempuan? Kamu sedang dekat dengan perempuan? Hayoo ngaku sama Mama!”Terlihat adik Jeremy dan Papa Jeremy turun ke ruang makan dan duduk di dekat Jeremy.

                “Enggak, Ma! Kemarin cuma  nganterin anak pulang ke rumahnya. Terus karena hujan, aku kasi jaketku ke dia dan dibawa deh. Rumahnya deket sini kok,Ma.”
“Ada apa dengan jaketmu Jeremy?”, tanya Papa Jeremy. ”Ini loh, Pa. Jeremy tadi nyariin jaketnya. Eh, ternyata di bawa sama perempuan karena perempuan itu nggak bawa payung. Gitu ya Jeremy ceritanya?. ”Iya Ma, Pa.”, jawab Jeremy singkat.

___

                “Mama sama Papa jadi antar aku ke sekolah kan?”,tanya Pricilla kepada orang tuanya. ”Iya, Sayang. Tenang saja. Kamu sudah siap kan?”, tanya Papa Pricilla. ”Sudah, ayo berangkat!”, semangat Pricilla.

                Hari ini Pricilla sudah memulai untuk belajar di salah satu sekolah yang ia kunjungi kemarin. Namun, dibalik semangatnya itu, ia juga memikirkan apakah ia benar-benar nyaman di sana ataukah sebaliknya? Atau ia bisa menemukan cinta sejatinya kelak? Ataukah ia harus merasakan betapa pahitnya merasakan kegagalan cinta? Ah, mungkin itu hanya pikiran yang sekadar lewat saja dari padanya.

                Papa Pricilla mengendarai mobil dan keluar dari area halaman rumah Pricilla dan segera mengantar Pricilla pergi ke sekolah. Ketika sudah melewati berapa kavling rumah, Pricilla melihat lelaki mengendarai sepeda motor merah yang sebelumnya pernah ia lihat bahkan ia tumpangi. Pricilla mencoba mengingat sesuatu.

                “Oh My God! Jaket itu?!”, katanya dengan keras hingga membuat Mama dan Papa terkejut dengan teriakan Pricilla. ”Jaket siapa Pricilla?”, tanya Mama Pricilla. ”Orang yang nganter aku pulang kemarin sore Ma.”

                “Lalu kita mau putar balik? Kalau kembali, kamu bisa terlambat. Bagaimana?”, tanya Mamanya. ”Ya sudah, besok saja jika aku bertemu dengannya.”

___

                Jeremy memarkirkan sepeda motornya di tempat biasa kemudian berjalan ke dalam kelas melewati koridor. Ia melihat banyak murid yang sudah datang. Ada yang belajar, bermain basket, bercanda dengan kawannya, bahkan ada pula yang pacaran pagi-pagi. Uhh,buat Jeremy bete dan semakin bete!

                Kriinnggg.....kriinnggg.....bel tanda masuk kelas berbunyi. Dengan tubuh yang lunglai, ia berjalan masuk ruang kelas dan duduk dibangku paling tengah kelas itu. Hari ini, sepertinya Jeremy malas untuk melakukan sesuatu. Atau jangan-jangan masih memikirkan bagaimana jaketnya dapat kembali? Atau jangan-jangan ia memikirkan perempuan itu? Gwen Pricilla?

                “Selamat Pagi anak-anak.”, ucap Ibu Guru wali kelas Jeremy. ”Pagii Buuu....”,jawab siswa dengan serentak seperti anak SD yang nadanya dibuat panjang.
“Hari ini, kalian akan mendapatkan teman baru. Ayo silahkan masuk, Nak.”, ucap Ibu Guru.

                Terlihat Jeremy setengah bungkuk dan mencoba menidurkan matanya yang sembab di atas tas yang berada di mejanya tanpa menghormati apa yang dibicarakan gurunya. Bahkan ia tidak meresponnya.

                “Perkenalkan. Namaku Gwen Pricilla. Aku berasal dari SMA Negeri 20  Jakarta. Senang dapat bertemu dengan kalian.”, ucap Pricilla. Tampaknya Jeremy masih tidak mengetahui siapa yang berbicara. Dengan kaget, ia terbangun dari setengah tidurnya gara-gara Wali Kelasnya menyuruhnya untuk mengulang nama teman barunya itu yang sesungguhnya sudah ia kenal. Jeremy melihat siswa baru tersebut dan terkejut ketika yang dilihatnya adalah Pricilla.

                “Hah?”, ucap Jeremy terkejut. ”E..hm,,namanya Pricilla,Bu.”, ucap Jeremy terpatah-patah karena heran dengan apa yang sudah terjadi barusan.”Oke, Pricilla kamu boleh duduk di bangku yang kosong itu.

                Seolah-olah Pricilla juga tidak menyangka bisa bertemu dengan Jeremy dan sekelas dengannya. Bahkan ia tidak mengerti apa arti dari semua ini. Pricilla mencari-cari bangku yang kosong itu dan ternyata bangku kosong itu adalah di sebelah Jeremy. Pricilla pun terkaget.

                “Hai”, ucap Pricilla kepada Jeremy. Jeremy tercengang mendengar apa yang dikatakan Pricilla tersebut. ”Hmm,hai juga. Silahkan duduk.”, ucap Jeremy.

                Selama pelajaran, Jeremy dan Pricilla hanya diam tak berkutik. Mereka berdua hanya mendengarkan guru mengajar. Dalam hati Jeremy, Jeremy  malu, pura-pura, dan ia bingung dengan apa yang akan mereka bicarakan.

___
              
               “Jer, aku mau tanya sama pelajaran yang udah diajarin. Gimana? Kamu mau beritahu aku??”, tanya Pricilla ke Jeremy yang sedang duduk memegang gitar di halaman kelas mereka.
“Boleh, tapi hari ini aku ada latihan di Gereja. Gimana?”, jawab Jeremy.

               “Hm, gini aja deh. Rumah kita kan satu perumahan. Gimana kalo kamu ke rumahku?hehhe..Lagian kamu juga udah tau rumahku kan?”, ajak Pricilla.
“Hm, oke deh. dengan senang hati”, jawab Jeremy dengan nada senang dan gembira. Bahkan, bahagianya tidak seperti biasanya.

               Jeremy merasa senang, senang dengan ia yang sekarang. Senang sejak ada Pricilla. Orang yang datang saat ia benar-benar tak ingin melupakan masa lalu. Namun, apakah yang dia rasakan juga Pricilla rasakan?

___

                Dua bulan kemudian.........

               
                Jeremy dan Pricilla sudah menjadi teman yang dekat. Kehidupan mereka diisi dengan bersenda gurau, bermain olahraga yang lain, jalan-jalan, bernyanyi, dan lain sebagainya. Entah mengapa, mereka berdua menjadi sorotan teman-teman sekelasnya. Padahal Pricilla adalah siswa baru di sana, tetapi ia sudah seperti siswa lama seperti siswa yang lainnya. Bahkan, teman-teman Pricilla yang lain juga sudah akrab seperti keluarga sendiri dengan Pricilla. Dan itu semua ada kebahagiaan tersendiri di kehidupan Pricilla. Ia menemukan hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ia alami selama di Jakarta.

                Pricilla duduk termenung di kantin yang berada dekat dengan lapangan basket sekolahnya. Matanya tersorot fokus kepada seseorang. Seorang yang tinggi dan bisa dibilang pintar saat memanjakan bola basket. Siapa lagi kalau bukan Jeremy. Lelaki yang baru dikenalnya namun sudah membuat dirinya semakin aneh dan merasa ada sesuatu yang mengganjalnya. Ia terus mengamati permainan Jeremy. Ia jadi ingat sesuatu, sesuatu yang tidak bisa dipungkiri semasa hidupnya di Jakarta. Sesuatu yang menjadikan segalanya berubah seratus delapan puluh derajat. Masa lalunya bersama seseorang yang ia sayang tiba-tiba hilang diterjang badai.

                “Hai, Pricilla. Belum dijemput?”, ucap laki-laki yang tidak lain ialah Jeremy yang membuyarkan dari lamunan Pricilla. Jeremy duduk di sebelah Pricilla dengan tubuhnya yang masih menggunakan seragam basket dengan keringat yang mungkin berbau menyengat.

                “Hai juga, Jer. Belum, nih. Udah telpon, sih. Cuma nggak tau kemana papaku.”, ucap Pricilla dengan nada melas. “Kasihan banget? Emang udah janjian jam berapa?” , tanya Jeremy sekali lagi.
“ Jam 1 siang tadi. Sedangkan sekarang udah jam 3 sore.”, keluh Pricilla.

                “Ya udah pulang sama aku aja ya. Aku habis ini selesai kok.”, kata Jeremy sambil tersenyum manis kepada Pricilla. “Beneran ? Ya udah deh, aku bareng kamu aja. Makasi ya.”, jawab Pricilla riang.

                Jeremy berjalan menuju tempat parkir di sekolahnya. Sembari membawa tas berisi bola basket, ia berhenti sejenak memikirkan ada sesuatu yang rasanya kurang saat ia menuju ke tempat parkir sekolah.

                “Ya ampun! Pricilla! Aku lupa. Dimana dia?”, tanyanya dalam hati sambil menoleh ke segala arah namun tidak menemukan Pricilla. Jeremy tampak bingung. Ia berusaha untuk mencari Pricilla. Namun, tubuhnya sudah tak kuat lagi menahan rasa capeknya setelah bermain basket. Dengan terpaksa, Jeremy mencari ke segala penjuru sekolah dengan menahan capeknya itu.

                Di toilet wanita tidak ada, di kelas juga tidak ada, di taman juga tidak ada, di kantin apalagi. Jeremy berkeliling sekolah hingga satu jam lamanya namun tak kelihatan batang hidungnya. Dengan rasa kecewa karena sudah janji, ia pulang tanpa membonceng Pricilla. Dalam hatinya terasa aneh semenjak kedatangan Pricilla di hidupnya. Gadis yang sudah membuat Jeremy lupa tentang masa lalunya. Masa lalu yang tidak ingin untuk dilupakan tetapi tiba-tiba hilang terlupakan karena kedatangan gadis itu.

                Sesampainya di rumah, Jeremy membersihkan tubuhnya dan langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya. Ia memejamkan matanya, gelap namun masih terasa ada cahaya yang datang. Seperti itulah ia sekarang. Saat ia berusaha untuk mengingat semua masa lalu dalam hidupnya ternyata justru ada sesuatu yang membuatnya semakin ceria dan tidak larut dalam masa lalunya. Namun, hari ini ia merasa kecewa. Kecewa yang berbalut rasa rindu dalam hati kecilnya. Ia ingin menghubungi Pricilla, tetapi belum saatnya karena kekecewaan yang melandanya.

­­­___

                Pricilla mengeluarkan sepeda yang ada di garasinya. Ia menggayuh sepedanya menuju ke rumah yang tak jauh dari rumahnya. Hatinya bisa dibilang galau. Perasaannya tidak enak saat ia sudah membuat orang lain kecewa apalagi orang yang dikecewakan adalah orang yang sudah membuatnya....berubah. Malam itu, Pricilla pergi ke rumah Jeremy untuk meminta maaf. memang sudah terlambat, tetapi itu masih mending daripada tidak meminta maaf.

                Tok..tok..tok..
“Permisi ”, ucap Pricilla di depan pintu rumah Jeremy yang tidak terlalu namun indah dan sejuk.”Eh, Pricilla. Ayo masuk.”, kata Mama Jeremy yang membuka pintu untuk untuknya.
               
                “Terima kasih Tante. Disini aja. Oh ya, Jeremy-nya ada Tante? Saya mau ada perlu Tante sama Jeremy.”, tolak Pricilla.

                “Sebentar ya. Tante lihat dulu di kamar.”, jawab Mama Jeremy sekali lagi sembari membalikkan badan dan pergi ke kamar Jeremy.

                Beberapa menit kemudian, Mama Jeremy kembali datang menghampiri Pricilla. “Pricilla, maaf. Tante tadi lihat Jeremy sudah tidur. Ya mungkin dia kecapekan. Tadi dia juga datang agak sore.”, ucap wanita berambut pendek ini.

                “Oh, begitu ya Tante. Memangnya tadi Jeremy sampai rumah jam berapa ya Tante kalau boleh tahu?” , tanya Pricilla. “Kalau tidak salah jam setengah 5. Tante juga tidak tahu kenapa dia pulang jam segitu. Biasanya kalau basket sampai rumah jam setengah 4. Aneh”, jawab Mama Jeremy.

                Pricilla merasa bersalah. Ia yakin bahwa Jeremy tadi mencarinya. Itu semua juga salah Pricilla. Ia dijemput tetapi tidak ijin. Yang lebih ia yakini ialah Jeremy pasti marah dan kecewa. Pricilla berpamitan pulang. Ia menuntun sepedanya keluar dari lingkungan rumah Jeremy dengan rasa kecewa dan menyesal. Tiba-tiba saja ia tersentak kaget saat petir memancarkan cahaya di tengah-tengah gelapnya malam dan hujanpun turun dengan derasnya.

___

                Kilat memancarkan sinarnya dengan suara yang keras membangunkan Jeremy dari tidurnya. Ia melihat jendela kamarnya yang masih terbuka. Ia bangun dan menutupnya. Saat ia akan menutup, ia memandang luar rumahnya. Dekat gerbang rumahnya, ia melihat gadis berambut panjang itu dengan menuntun sepeda. Sepertinya Jeremy tak asing. Tak asing dengan wajah gadis itu. Ia teringat Pricilla. Teringat saat Pricilla duduk memegang novel dua bulan yang lalu saat ia mengamati dari jauh. Dan tak salah, itu memang Pricilla. Pricilla basah kuyup. Untung saja, kaos lengan panjangnya melindunginya dari dinginnya air hujan.

                Jeremy cepat-cepat turun dari kamarnya, bergegas mengambil payung dan pergi menuju Pricilla. Ia melihat wanita itu sudah duduk dengan tangan yang mendekap tubuhnya karena kedinginan.

                “Kenapa kau bisa ada disini? Ini sudah malam dan hujan deras. Ada perlu apa kau datang ke rumahku? Sedangkan kau sudah membuatku begitu kecewa karnamu”, ucap Jeremy sambil memegang payung.

               “Jeremy? Kau bohong? Tadi kau beristirahat. Lalu, aku minta maaf soal yang tadi sore. Aku lupa tidak ijin denganmu. Maafkan aku.”, jawab Pricilla sambil berdiri. Jeremy yang tadinya memegang payung untuk melindungi tubuhnya sendiri sekarang ia bersama Pricilla dalam satu payung itu. Mereka berhadapan.

                “Aku memang tidur. Tetapi aku terbangun. Saat aku akan menutup jendela, aku melihatmu”, jawab Jeremy dengan nada sedikit emosi.

                “Oh, aku minta maaf. Ya?”, pinta Pricilla. “Segampang itu kau minta maaf denganku? Aku mencarimu keliling sekolah tapi kau tidak ada. Aku khawatir.”, katanya.

                “Oke, aku tahu aku salah. Tapi bukan berarti kau terus memendam rasa amarahmu terlalu lama. Manusia itu pasti memiliki kesalahan. Kesalahan itu ada karena manusia itu tidak sempurna.”, bentaknya.

                “ Ya sudahlah, ini handuk. Masuklah dulu lalu nanti aku antarkan pulang. Hujan masih sangat deras. “, ucap Jeremy sembari menyodorkan handuk tebal kepada Pricilla kemudian berbalik badan dan meninggalkan Pricilla.
               
                “Tunggu”, kata Pricilla. Jeremy berhenti dan membalikkan badannya kembali. “Ada apa lagi?”, tanyanya. “ Tunggu aku.”, ucapnya dengan membawa sepeda dan handuk serta berusaha berdekatan dengan Jeremy agar ia kedapatan tidak terkena hujan.

                Mereka berdua berjalan menuju rumah Jeremy. Perasaan Jeremy tidak karuan. Ia merasa sangat kecewa dan marah.Tetapi, di sisi lain ia tidak bisa marah dan kecewa terhadap Pricilla. Perasaannya aneh. Seperti hatinya menyembunyikan sesuatu yang misterius.

                Begitu pula dengan Pricilla. Saat ia mengecewakan seseorang, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain berusaha untuk mengajak orang itu peduli terhadapnya. Malam itu, malam yang berarti. Namun ia tak pernah menyadari bahwa ia akan menatap kedua mata Jeremy. Mata dengan tatapan kosong yang penuh dengan hal-hal yang tersembunyi dibalik matanya. Mata yang indah itu.

___

                Pricilla berjalan menyusuri lorong sekolahnya dengan hati yang masih merasa bersalah karena kejadian kemarin itu. Hatinya terasa aneh. Aneh sejak ada Jeremy. Semenjak ia membuat kecewa Jeremy, ia jadi murung tak sebahagia saat ia dapat membuat tertawa Jeremy.

                “Pricilla, kau kenapa sih? Murung banget? Ada masalah?” , tanya Indah. Sahabat barunya sejak di sekolah itu. “Hmm, gak papa kok. Cuma males ngapa-ngapain gitu deh. Memangnya wajahku terlihat bagaimana?”, tanya Pricilla.

                “Wajahmu terlihat nggak imut lagi kalau cemberut. Kenapa sih? Ayo cerita..”, ucap Indah, gadis yang tinggi dan lincah ini. Bagaimana tidak ? Itu yang menjadi alasan utama ia dipilih menjadi kapten cheers di sekolahnya.

                “Ya udah, deh. Aku crita. Jangan bilang siapa-siapa ya? Janji?”, kata Pricilla sambil menyodorkan jari kelingkingnya kepada Indah, sahabatnya itu. “ Janji janji janji.”, jawabnya dengan penuh keyakinan dan menggabungkan jari kelingkingnya itu dengan jari kelingkingnya Pricilla.

                “ Jadi begini, kemarin aku belum dijemput sampai jam 3 sore. Kebetulan Jeremy selesai basket dan beberapa menit lagi dia pulang. Lalu, aku ditawari untuk pulang bareng dia dan aku sudah setuju. Tetapi, tidak tahunya aku dijemput setelah Jeremy balik lagi ke lapangan. Sebenarnya aku mau pamit ke dia, tetapi karna dia basket ya aku langsung pulang deh. Di mobil aku sempet berpikir, kalau aku sudah mengecewakan Jeremy. Malamnya aku ke rumahnya tapi dia sudah tidur dan kau tahu? Disana hujan deras ketika aku mau pulang dan dia tiba-tiba datang membawakan payung dan handuk. Tapi, tetap saja dia marah kepadaku.”, ucap Pricilla panjang lebar.

                “Tunggu, kau menyukainya?”, tanya Indah penasaran. “Hah? Menyukainya? A..aahh,, tidak mungkinlah. Dia teman pertamaku. Iya, teman pertama.”, jawabnya dengan nada terpatah-patah.

                “Teman pertama? Maksudnya?”, tanya Indah bingung. “Ya..yah, kan kau tahu sendiri kalau aku sebangku sama dia waktu aku pertama kali masuk sekolah ini. Iya tidak?”, ucap Pricilla meyakinkan Indah.

                “Oh, benar-benar. Oke, lanjut. Hm, jadi dia marah dan kecewa begitu? Kau sudah berusaha meminta maaf?”, tanya Indah. “Sudah. Tetapi dia cuek. Seperti kau tidak tahu sifatnya dia saja.”, jawabnya. “Aku ada ide. Supaya dia tidak kecewa lagi denganmu.”, tawar Indah. “Apa?”, tanya Pricilla.

                Indah membisikkan sesuatu kepada Pricilla. Dan mungkin itu adalah rencana. Rencana konyol Indah tapi sangat berarti juga bagi Pricilla. Apakah Jeremy bersedia memaafkan Pricilla lewat rencana itu?

___

                Jeremy membawa tas sekolahnya keluar dari kelas. Ia terburu-buru. Ia melakukan itu dengan tergesa-gesa karena ia menghindari sesuatu. Menghindar dari Pricilla. Namun ternyata salah. Pricilla dari kejauhan sudah mengejarnya. Bahkan, Pricilla hampir menabrak karyawan kantin yang sedang membawa minuman. Tetapi untung saja, ia tidak jadi menyrempetnya.

                “Jeremy, tunggu aku!”, teriak Pricilla dari kejauhan. Tetapi Jeremy tetap cuek dan terus berjalan menuju parkiran. Dari kejauhan juga, terlihat Indah tersenyum melihat tingkah laku teman barunya itu yang berusaha untuk mengajak Jeremy untuk menyetujui rencana mereka berdua. Raut wajah Indah yang awalnya tersenyum berubah menjadi kusut setelah ia melihat Pricilla jatuh bangun saat ia berlari-lari mengejar Jeremy.

                “Aow..sakit. Ihh!”, protes Pricilla. Pricilla melihat jeremy berbalik badan dan tertawa. Tetapi tetap saja ia cuek. Indah berlari-lari kecil untuk berusaha menolong Pricilla.

                “Kau kenapa sih? Kenapa tiba-tiba bisa jatuh bangun begini? Hahaha..”, canda Indah. Sedangkan Pricilla hanya meniup debu-debu yang menempel di lukanya itu. Di sisi lain, lututnya juga berdarah. Lututnya yang awalnya mulus berubah menjadi jelek akibat ia jatuh tadi.

                “Ih, kau ini. Temannya jatuh malah diketawain. Sakit tahu.”, keluh Pricilla sekali lagi. “Hahaha, iya-iya. Yuk, ke UKS dulu.”, ajak Indah. “Yahh, dia pergi”, ucap Pricilla sambil menunjuk sepeda motor merah pergi meninggalkannya.

                “Ya sudahlah. Kita coba besok lagi. Sekarang obati dulu lukamu.”, ajak Indah sekali lagi. Indah berjalan menuntun Pricilla menuju ruang UKS yang tak begitu jauh dari tempat dimana ia jatuh tadi.

___

                Jeremy mengendarai sepeda motornya dengan laju cepat. Hatinya terasa aneh. Aneh melihat sikap Pricilla yang jauh darinya. Walau sebangku, tetapi tetap saja mereka berdua berubah pendiam. Padahal biasanya mereka berdua dijuluki Raja dan Ratu yang paling ramai di kelas. Ia sadar bahwa sikap dinginnya itu juga membuatnya semakin aneh. Rasa kekecewaan yang melandanya itu masih tersimpan. Dibalik kekecewaan itu, ia juga merasa kangen bersenda gurau dengan Pricilla.

                Sesampainya di rumah, tak segan-segan ia membuka handphone-nya untuk membuka facebook dan twitter. Jeremy menuli status dan tweet yang sama. Ia mengetikkan tulisan “ Ingin rasanya seperti kemarin, berhadapan dengan seseorang yang....the best “. Benar! Pricilla adalah teman terbaik yang ia temui selama hidupnya. Pricilla wanita yang dewasa, ramah, baik, serta cerdas.

                “ Jujur, aku tertawa melihatmu terjatuh saat kau mengejarku tadi. Hahaha. Pikirmu aku tak tahu begitu? Hm, tunggu. Kira-kira tadi kau berdarah tidak ya? Atau tadi itu hanya ilusi semata saja supaya aku bisa memperhatikanmu? Ah, paling juga begitu. Eh, tapi feeling-ku kok aneh ya? Apa aku harus pergi ke rumahnya?”, ucapnya kepada dirinya sendiri.

                Ia ingin pergi ke rumah Pricilla tetapi ia takut Pricilla tidak mau menemuinya. Akhirnya ia memutuskan  untuk pergi ke taman di perumahannya saja. Siapa tahu ia dapat merasakan ketenangan. Dengan cepat, ia mengeluarkan sepedanya dan pergi untuk beberapa saat ke taman.
Sesampainya di taman, ia mengeluarkan MP3 favoritnya dan mulai menggunakan headphone-nya. Setelah lagu dari MP3-nya berputar, ia mulai memenjamkan mata. Ia teringat beberapa bulan yang lalu saat bertemu dengan seseorang. Seseorang yag telah membuatnya dunianya berubah. Teringat pula saat ia berbicara dengan orang itu.

                “Hey, kamu. Ngapain kamu meminta hujan? Bukannya lebih enak bila tidak hujan?”, tanya Jeremy sambil menikmati air hujan.

                “Kamu siapa? Terserah aku dong. Lagian aku sangat suka hujan.”,jawabnya.”Ayo berteduh, cepat!”, ucap Jeremy kepada perempuan itu.

                “Iya iya”, patuhnya.

                Jeremy tersenyum geli jika ia teringat akan hal itu. Tiba-tiba saja lamunannya buyar ketika sosok gadis berambut panjang berdiri dihadapannya. Jeremy menoleh dan ternyata gadis itu ialah Pricilla. Ia tersentak kaget.

                “Pricilla? Kenapa kau bisa ada disini?”, tanya Jeremy. “Terserahku dong. Ini kan tempat umum. Oh ya, senang ya kalau temannya jatuh lalu kau tertawa puas begitu seperti tadi.”, ucap Pricilla denga penuh kesal. “Haha, lagian kau juga begitu sih. Sudah tahu aku marah tapi masih dikejar-kejar saja. Ya sudah deh aku minta maaf.”, pinta Jeremy.

                “Eh, mestinya aku yang meminta maaf. Aku sudah membuatmu kecewa. Aku yakin kalau kau kangen denganku. Iya kan? Ngaku deh..”, canda Pricilla. “Kangen? Hahaha. Dasar kau ini. Uhh, gemes deh.”, ucap Jeremy dengan mencubit pipi Pricilla yang tembem itu kemudian lari dari Pricilla. “Awas kau Jeremy.”, ucap Pricilla. Pricilla berusaha mengejar jeremy tetapi kakinya terasa sakit dan ia hanya berlari dengan  tertatih-tatih.

               Mereka menghabiskan waktu bersama di taman itu. Taman yang menjadi kenangan saat mereka tua nanti. Senyum, tawa, serta tingkah mereka membuat mereka sadar akan sesuatu. Sesuatu yang menjadikan segalanya berubah. Masa lalu mereka tiba-tiba terhiraukan. Bahkan terlupakan.

                “Jeremy....”, panggil Pricilla. “Ya?”, jawabnya. “Menurutmu, apa arti tentang kematian?”, tanya gadis itu serius. “Kematian? Kenapa kau bisa bertanya tentang itu?”, tanyanya balik.

                “Aku hanya bertanya saja”. “Oh, aku tidak bisa menjawabnya. Aku bingung. Kematian menyeramkan sekali. Menurutmu?”, tanya Jeremy.

                “Kematian adalah keberuntungan menurutku. Tapi sayang, orang yang ditinggalkan jadi sedih dan muram sekali wajahnya. Oh ya, aku ingin bercerita kepadamu.”, ucap Pricilla. “Silahkan”, jawab Jeremy singkat, padat, dan jelas.

                “Papaku yang kau tahu sekarang adalah papa tiriku. Papa kandungku sudah meninggal dua tahun yang lalu tepatnya tanggal 10 April 2010. Kecelakaan itu membuatku trauma hingga sekarang. Aku merindukan Papa kandungku. Yah, aku tahu kalau Papa tiriku juga baik padaku. Tapi, rasanya bagaimana begitu. Kapan ya semuanya bisa seperti dulu lagi?”, ucap Pricilla dengan sedih.

                “Turut berduka cita ya. Aku tidak tahu tentang masa lalumu yang begitu menyedihkan buatmu. Seandainya waktu bisa terulang kembali. Pasti kau akan merasakan semuanya berjalan dengan baik seperti dahulu. Namun, dulu ya dulu. Sekarang ya sekarang. Bagaimanapun juga, kita tidak bisa memutar semua itu lagi. Percayalah, bahwa Tuhan yang mnejadikan semua itu indah pada waktu-Nya.”, ucap Jeremy.

                “Ya, Jeremy. Aku tahu itu. Terima kasih kau sudah membuatku menjadi lebih tenang.”, ucap Pricilla. “Ya, sama-sama.”, ucap Jeremy.

                Mereka berdua menghabiskan banyak waktu di taman itu. Mereka sama-sama bercerita, bergurau, dan lain-lain. Mereka berdua tampak bahagia. Bahagia sekali. Mereka berdua bisa merasakan kedamaian dalam hati mereka. Akhirnya, mereka pulang ke rumah mereka masing-masing karena sudah sore.

                Setibanya dirumah, Pricilla membuka handphone-nya untuk membuka facebook. Ia menulis status di facebook-nya “Dan kau mengubah segalanya menjadi lebih indah”. Saat itu juga, Jeremy juga membuka facebook-nya dan melihat status Pricilla. Ia tersenyum riang. Namun yang masih diragukan, untuk siapa dia menulis status tersebut. Dengan cepat Jeremy meng-klik ikon jempol yang artinya like.

___

                Setetes embun jatuh dari daun yang hijau itu. Hawanya sangat dingin sekali. Kabut yang putih itu menutupi indahnya pagi ini. Matahari belum bersinar sepenuhnya. Tetapi masih ada sedikit cahaya yang menjadikan hari itu pagi. Jeremy dan Pricilla sama-sama bangun dari tidur mereka di kamar mereka masing-masing. Dengan cepat, mereka mandi dan segera pergi ke sekolah.

                Di sekolahpun mereka berdua datang secara bersamaan. Sungguh aneh hari akhir-akhir ini. Hingga membuat mereka semakin kompak.

                “Selamat pagi, Pricilla”, ucap Jeremy dengan penuh semangat. “Selamat pagi juga Jeremy”, jawabnya. “Oh ya, terima kasih ya sudah nge-like statusku tadi malam.”, imbuhnya.

                “Sama-sama. Ngomong-ngomong statusmu itu buat siapa?”, tanya Jeremy. “Hm, mau tahu aja atau kau mau tahu banget? “, ucap Pricilla.

                “Hahaha, mau tahu banget.”, kata Jeremy sambil berjalan menyusuri koridor sekolah bersama Pricilla. Tampak adik kelas mereka sedang mengamati mereka berdua bercakap-cakap.

                “Hm, status itu untuk yang namanya Alsonn.”, singkat Pricilla. “Alsonn? Siapa itu?”, tanya Jeremy. “Ya kaulah. Mau siapa lagi?”, jawab Pricilla cepat. “Sejak kapan kau tahu namaku Alsonn?”, tanya Jeremy singkat. “Kau ini aneh ya. Pikir saja sendiri.”, ucap Pricilla.

               Jeremy berhenti mendadak. Ia masih berpikir darimana gadis itu tahu bahwa nama kepanjangannya Jeremy Alsonn. Ia masih bingung dan penasaran. Tiba-tiba saja ia ingat sesuatu. Sebuah percakapan singkat antara Jeremy dengan seseorang beberapa bulan lalu.

                “Oh, ini rumahmu. Sepertinya rumah ini lama tidak dihuni. Tapi memang kamu yang mempunyai rumah ini?”, tanya Jeremy.

                “Iya. Oh ya, perkenalkan. Namaku Gwen Pricilla .Kamu?”, ucap Pricilla sembari menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.

                “Jeremia Alsonn. Tetapi panggil saja Jeremy. Sama saja kok.”, jawab Jeremy dengan senang hati dan menerima jabat tangan itu.

                Jeremy mulai teringat. Teringat bahwa ia pernah memperkenalkan dirinya dengan nama lengkapnya. Ia tersenyum geli saat pertama kali ia dipangggil Alsonn. Tetapi, apa benar status itu untuknya? Bagi Jeremy yang sudah mengubah segalanya? Segala yang ada di hidup Pricilla?

___

                Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Tahun berganti tahun. Semuanya seketika berubah menjadi lebih baik. Jeremy dan Pricilla bersama teman-temannya yang lain menjalin hubungan dengan akrab. Tahun memang sudah berganti. Tetapi persahabatan antar teman sekelas tidak pernah terganti. Kehidupan mereka di sekolah juga semakin sulit. Pelajaran yang sangat rumit untuk didalami menjadikan mereka stress dan frustasi. Namun, mereka tak pernah lupa memberikan waktu luang untuk refreshing untuk otaknya yang sangat pernuh dengan rumus-rumus.

                Hari itu, sebenarnya ada sebuah acara di sekolah lain. Namanya Student’s Fair XXXIV 2012. Jeremy sudah memiliki niat untuk bisa mengajak Pricilla pergi.  Apalagi malam  itu adalah malam minggu. Jarang juga Jeremy mengajak Pricilla pergi malam minggu. Namun, ia mengurungkan niatnya itu karena ia takut untuk mengatakannya. Jadi, terpaksa ia pergi sendiri tanpa Pricilla. Walaupun malam itu sangat ramai dan banyak teman dari Gerejanya yang pergi juga, tapi Jeremy masih merasakan sepi itu ada dalam dirinya..... tanpa Pricilla.

                “Jer, are you okay?”, tanya Joshua. Salah satu teman dekat di Gereja. Mereka memang dekat. Namun, tak sering Jeremy menceritakan semua kejadian-kejadian kepada Joshua.

                “Yes, I am. “, katanya bohong. “Kalau memang oke kenapa kau tetap murung begitu? Ada masalah atau ada bagaimana?”, tanya Joshua sekali lagi. “Hmm, ehem. Aku tidak apa-apa. Ya sudah. Ayo kita beli minuman saja. Haus banget.”, ajak Jeremy sengaja. “Oke, ayo!”, kata Joshua semangat menandakan ia setuju.
___
                Dua hari lagi adalah hari Kasih Sayang atau Valentine. Beberapa hari lagi Pricilla juga akan  berulang tahun. Sepertinya waktu terus berjalan dengan cepat tanpa terasa. Jeremy menatap langit-langit kamarnya dengan memegang gitar yang ada di atas badannya sambil menyanyikan sebuah lagu pelan namun sangat menyentuh. Beautiful In White. Itulah lagu yang membuatnya meleleh mendadak. Sejenak ia teringat Pricilla. Gadis yang membuatnya......ceria dan selalu tersenyum. Namun dibalik itu, hati Jeremy menyembunyikan sesuatu dari hatinya. Sepertinya..............

                Tiba-tiba handphone-nya berbunyi menandakan ada pemberitahuan facebook atau twitter-nya. Dengan cepat ia membuka dan membacanya. “Tidak selamanya senyum itu bisa menutupi masalah”, updated by Gwenn Pricilla.Jeremy terkaget. Ia berpikir, pasti ada sesuatu yang tidak beres. Ia tak berani untuk menyukai status itu. Jeremy mencoba untuk memendamnya. Mungkin ia berpikir bahwa belum waktunya ia mengetahui semua yang ada di kehidupan Pricilla.

                Jeremy kembali menatap langit-langit kamarnya dan kembali menyanyikan lagu Beautiful In White. Ia berpikir, kado apa yang cocok untuk Pricilla di hari Valentine dan Ulang Tahunnya nanti? Ia memilah-milah barang yang ada di pikirannya. Boneka, baju, buku, jam tangan, kue hati, atau apa ya?

                “Aha, aku tahu kado apa yang pas untuk Pricilla!”, ucap Jeremy keras. Yah, mungkin tidak terlalu keras bila terdengar di luar kamarnya.

                Jeremy spontan berdiri dan cepat untuk berganti baju untuk pergi ke sebuah toko tempat tujuannya untuk membeli kado untuk Pricilla. Setelah, ia menemukan kado tujuannya itu, ia segera pulang dan siap untuk membungkusnya walau hari Valentine kurang dua hari lagi.

___

                Pricilla membuka kotak. Kotak yang berisi sesuatu namun sangat berarti baginya. Kotak yang menyimpan sejuta kenangan bersama orang yang sangat ia sayangi seumur hidupnya. Kotak ini ia bungkus dengan sangat rapi. Memberinya surat di dalamnya. Kembali ia menyimpan kotak itu di lemarinya. Berharap kotak itu menjadi kotak yang terbaik yang ia punya.

                Tiba-tiba langit berubah menjadi mendung. Mendung yang sangat gelap. Hari yang awalnya masih terlihat siang menjadi seperti sore hari. Hujan mengguyur secara tiba-tiba. Deras sekali. Disertai angin kencang yang menggoyangkan tanaman serta pepohonan yang ada. Pricilla tersenyum. Ia membuka handphone miliknya. Seperti biasa, ia membuka facebook kepunyaannya dan melihat-lihat disana.

                Secara kebetulan, Jeremy juga sedang membuka facebook. Bahkan ia menulis sebuah status. Pricilla tertawa kecil ketika ia melihat status itu. “Hujan, mengingatkanku pada waktu itu”. Pricilla tahu bahwa status itu untuk dirinya. Karena perempuan itu, sangatlah peka dalam segala hal. Tak mau kalah, Pricilla juga menulis sebuah status. “Rinai hujan basahi aku”. Di kamarnya, ia tertawa terbahak-bahak.

___

                Tak disangka bahwa hari yang ditunggu-tunggu tiba. Hari Kasih Sayang. Setiap pasangan di dunia pasti tidak mau melewatkan hari yang datangnya hanya sekali dalam setahun. Begitu pula Jeremy dan Pricilla. Walaupun mereka tak pernah sadar bahwa banyak yang berkata mereka adalah pasangan yang cocok. Seperti biasa, mereka bertemu di taman dekat perumahan mereka. Mereka berjanji akan bertukar kado. Perjanjian itu saja mereka rahasiakan. Mereka sudah tiba, dan saatnya untuk Make A Wish di hari Kasih Sayang ini.

                “Jeremy, ayo make a wish dulu. Sama-sama ya? Kita make a wish satu menit. Kau coba pasang timer di jam tanganmu.”, pinta Pricilla. “Oke, ayo!”, ucap Jeremy sambil menyalakan timer di jam tangannya satu menit dan mulai!.

                Mereka make a wish di hari Kasih Sayang ini. Entah apa yang mereka inginkan dan harapkan. Yang pasti yang mereka harapkan adalah sesuatu yang indah dan tak pernah mengecewakan dalam seumur hidup mereka. Timer berbunyi menandakan make a wish mereka sudah habis. Mereka mengeluarkan kado dari tas yang mereka bahwa. Saat mereka membawa kado itu, ketika pulang mereka juga akan membawa kado tetapi bukan kado yang mereka bawa awalnya. Namun, kado yang mereka dapat dari hasil tukar kado itu.

                “Ini. Kado buatmu. Semoga kau suka.”, ucap Jeremy sambil menyerahkan kado yang ia bawa kepada Pricilla. “Ini juga buatmu.”, ucap Pricilla sambil melakukan hal yang sama seperti yang Jeremy lakukan tadi. “Membukanya secara bersamaan ya”, imbuh Pricilla. “Oke. Satu..dua..tiga”, ucap Jeremy.

                Mereka sibuk membuka kado yang mereka dapat. Mereka berdua penasaran. Penasaran dengan kado yang mereka terima masing-masing. Setelah kado itu terbuka, mereka tersenyum melihat kado yang ia terima.

                “Ya ampun, bagaimana kau bisa tahu kalau aku sangat menyukai buku novel? Kau baik sekali. Terima kasih banyak ya, Jeremy. Aku suka sekali. Kau tahu? Aku sangat suka sekali dengan buku novel. Gara-gara novel aku memiliki cita-cita sebagai seorang Penulis.”, ucap Pricilla riang. Sembari Pricilla membuka-buka surat dan novel itu, Jeremy termenung melihat kado yang dipegangnya. Ia membaca surat di dalam kotak itu juga. Ia membacanya.

                Dear Jeremy Alsonn :)

Happy Valentine’s Day ..
Aku senang bisa merayakan hari Kasih Sayang bersamamu ..
Pasti aku merasa bahagia saat aku membuka kado itu darimu ..
Apa benar?

                Jeremy tersenyum. “Benar sekali. Kau senang dan sangat senang”, ucap Jeremy dalam hati kemudian melanjutkan membaca.


Terima kasih ..
Oh ya, aku memberimu jam tangan ini. Jam tangan yang penuh dengan sejuta harapan dan kenangan ..
Kau tahu?
Jam tangan ini adalah pemberian dari Mamaku kepada Papa kandungku saat mereka baru pertama kali pacaran ..
Sungguh indah ya?
Dan saat Papaku telah meninggal, Mamaku memberikan itu kepadaku dan aku menyimpannya ..
Aku harap kau juga akan menyimpannya .
Tentang alasan mengapa aku memberimu jam tangan milik Papaku ini, sepertinya kau akan tahu nanti ..

Bye ..
Gwen Pricilla`

            Jeremy masih penasaran dengan alasan itu. Tapi ia berpura-pura tidak mengerti. Jeremy mencoba memakainya dan jam itu pas sekali di pergelangan Jeremy. Pricilla yang melihatnya langsung tersenyum.

                “Pricilla, terima kasih untuk jam tangan ini. Terima kasih juga telah memberi kepercayaan kepadaku untuk menyimpan jam tangan milik Almarhum Papamu ini. Aku menyukai ini.”, ucap Jeremy.

                “Sama-sama. Aku senang kau berkata seperti itu.”, ucap Pricilla.

                Tiba-tiba mendung menutupi indahnya siang ini. Hujanpun turun rintik-rintik. Tidak deras, tetapi juga akan membasahi tubuh mereka. Akhirnya, mereka kembali ke rumah mereka dan beristirahat.

___

                Bulan Maret sudah tiba. Beberapa hari lagi Pricilla berulang tahun. Namun, di bulan Maret sungguh membuatnya frustasi karena banyaknya tugas dan ulangan serta ujian tengah semester. Tetapi mereka dan teman-temannya tidak akan pernah menyerah untuk menghadapi itu semua.

                Dua hari sebelum Ulang Tahun Pricilla, Jeremy kembali bingung untuk memberi kado apa yang terbaik di hari ulang tahun Pricilla. Ia memikirkan sesuatu. Ia juga berusaha untuk mengungkapkan perasaannya. Perasaan yang baru saja ia sadari akhir-akhir ini. Perasaan yang ternyata lama ia rasakan namun tak pernah tahu tentang perasaan itu.

                Ternyata Jeremy menyukai Pricilla. Bahkan mencintainya. Mencintai semenjak Pricilla hadir dalam hidupnya. Kenapa ia baru sadar? Mau tak mau, Jeremy harus bisa memperjuangkan cintanya itu sampai dapat. Ia membuka facebook dan menulis status. “Ku suka dirinya, mungkin aku sayang. Namun apakah mungkin kau menjadi milikku? ”. Ia tersenyum senang.

                Di sisi lain, Pricilla sedang duduk di meja belajarnya. Meja yang menghadapkannya dengan jendela luar rumahnya. Di depannya terdapat buku. Sebuah buku tebal yang menyimpan banyak kisah yang terjadi di dalamnya. Ia menulisnya dengan sangat rapi dan menawan. Ia mengambil bolpoin dan mencoba menulis sesuatu.

                Sesekali ia tersenyum dan murung. Entah apa yang ditulisnya hingga membuatnya seperti itu. Pasti yang ditulisnya sangat indah. Bagaimana tidak? Apalagi ia memiliki cita-cita sebagai penulis. Masih serius menulis di buku tebal itu.

___

                Satu hari sebelum hari Ulang Tahun Pricilla ...
               
                Jeremy membuka handphone-nya. Membuka foto-foto yang ada. Ia terkaget saat melihat fotonya bersama Pricilla saat Ulang Tahun temannya. Ia tersenyum. Ia melihat foto itu lagi. Ia memakai baju hem berwarna putih. Dan Pricilla memakai dress berwarna putih juga dengan sedikit corak berwarna merah muda. Sungguh suatu kebetulan.

                Pricilla membuka handphone-nya dan membuka facebook. Ia mencoba untuk menuli status. Tetapi tak ada inspirasi sama sekali. Beberapa menit kemudian ia mendapat inspirasi. Ia menulis status. “Cinta tak mungkin berhenti secepat saat aku jatuh hati”.

                Jeremy yang tadinya membuka foto menjadi ingin membuka twitter. Saat ia membuka twitter, ia melihat tweet yang sangat indah dan ia langsung me-retweetnya. “Aku tak akan berhenti memperjuangkan, seseorang yang selama ini selalu mengukir senyum, tawa, dan canda di wajahku”.
Ia mencari-cari lagi dan menemukan tweet yang juga sangat indah. Ia me-retweetnya. “Mengenalmu, menyapamu, merindukanmu, membayangkanmu, menyanyikan lagu tentangmu adalah bagian dari hari-hariku”.

___


                Hari sudah berganti, hari itu tanggal 10 Maret 2011. Tepat Ulang Tahun Pricilla ke-16 tahun. Pricilla membuka matanya. Matanya masih sembab karena masih mengantuk. Ia menengok jam dinding yang berada di kamarnya. Saat itu pukul 05.30 WIB. Sepertinya ia terlambat. Terlambat bangun untuk pergi ke sekolah. Dengan cepat ia bangun dan masuk ke kamar mandi yang ada dalam kamar itu.

                Jeremy yang sudah bangun sejak tadi pagi sudah siap untuk pergi ke sekolah. Namun, ia memiliki niat untuk menjemput Pricilla untuk berangkat ke sekolah. Tapi ia ragu. Keraguan yang mendalam apalagi saat Pricilla berulang tahun. Ia ragu juga dengan kado yang dipegangnya. Kado yang terindah saat ia bersama Pricilla.
                Hari ini rasanya sangat indah sekali. Walaupun musim penghujan, tetapi pagi itu langit tidak terlalu mendung. Awan putih yang berjalan menjadikan cakrawala yang indah itu terlihat sangat biru dan indah seindah hati Pricilla. Sebelum ia berangkat ke sekolah, Pricilla duduk di meja riasnya. Ia melihat kaca yang besar yang terlihat bayangan wajah yang memang sama dengan dirinya. Ia tersenyum. Sesaat ia memejamkan matanya dan mengucapkan satu permintaan yang terindah dalam hidupnya tahun ini ketika hari spesialnya itu tiba. Harapan yang sama ketika ia melakukan Valentine Wish dengan Jeremy. Tiba-tiba bunyi klakson sepeda motor terdengar di depan rumahnya. Ia kembali membuka matanya dan pergi ke sekolah.

                “Selamat Pagi.. Selamat Ulang Tahun, semoga kau bisa panjang umur, sehat selalu, semakin pintar, dewasa dan wish you all the best...”, ucap Jeremy saat Pricilla datang menghampirinya.

                “Selamat Pagi juga, terima kasih. Yeah! I miss all things will come true, today. I hope you too.”, ucapnya dengan lancar saat berbicara dengan bahasa Inggris.

                “Hhmm, so do I”, ucap Jeremy singkat. “Oh ya, ini jaketmu. Maaf kalau berbulan-bulan denganku. Waktu itu entah kemana jaket ini. Maaf juga kalau aku tidak memberi tahumu.”, kata Pricilla sembari menyodorkan jaket yang waktu itu dibawa oleh Jeremy.

                “Haha, kau ingat rupanya. Ya, terima kasih.”, kata Jeremy sambil tertawa. “Iya, ya sudah ayo berangkat.”, ucap Pricilla. Seketika, Jeremy menancapka gas sepeda motornya dengan cepat.

                Di jalan mereka hanya terdiam membisu satu sama lain. Tiba-tiba di tengah jalan, sepeda motor yang mereka tumpangi terhenti karena sebuah mobil yang menghadang mereka dari belakang. entah tak tahu siapa yang ada dalam mobil itu. Pricilla terkaget dan ketakutan. Satu persatu orang yang berada dalam mobil itu turun.

                Pricilla mengenali satu orang. Orang itu adalah pria dan sangat besar badannya. Ia teringat saat ia berada di Jakarta. Orang itu adalah orang yang terlibat dalam masalah di masa lalunya yang membuatnya semakin terpuruk dan terjatuh. Pricilla semakin takut. Ia takut bila orang itu akan mengancamnya.

                Jeremy turun dari sepeda motor dan berusaha untuk melindungi Pricilla. Salah seorang dari pria itu memegang kedua tangan Pricilla dan satu lagi membawa Pricilla untuk menuju mobil. Sedangkan Jeremy menghajar lelaki itu namun ia kalah. Kalah kuat dan cerdiknya dengan lelaki itu. Jeremy terjatuh dan pipinya membentur aspal dan berdarah. Ia ingin menolong Pricilla tetapi ia terlambat. Pricilla sudah dibawa kabur oleh ketiga lelaki itu.

                Jeremy merintih kesakitan dan berusaha untuk bangun. Kakinya masih kuat untuk berdiri dan mengendarai sepeda motornya itu. Ia berhenti di taman dekat perumahan itu. Ia mencari-cari sesuatu dari tasnya. Sekotak hadiah kecil terbungkus kertas berwarna biru muda dengan pita berwarna biru tua.

                Ia termenung dan bertanya-tanya. Siapakah lelaki itu tadi? Mengapa Pricilla tiba-tiba bersikap seperti takut saat orang itu melihatnya? Apa hubungannya dengan Pricilla? Ia menjadi aneh.
Ia berusaha menghubungi nomor handphone Pricilla tetapi tidak terjawab. Ia khawatir sangat khawatir.

___

                Pricilla dibawa di sebuah gudang yang tak terpakai. Disana lembab dan gelap. Ia ketakutan. Tangannya diikat dengan tali. Mulutnya disekap dengan kain berwarna biru. Akhirnya seseorang yang ia kenali itu mengangkat suara.

                “Masih ingatkah kau denganku? Orang tua dari anakku yang kau bunuh! Kau adalah malaikat pencabut nyawa bagi anakku!! Aku membencimu. Sekarang, kau akan merintih kesakitan seperti yang dialami anak itu”, ucap orang itu.

                Pricilla menangis. Kenapa tidak ada yang menolongnya? Dimana kah orang tuanya? Orang-orang dekat di hari ulang tahunnya? Tidak ada yang mau membantunya. Sejenak ia teringat kejadian dua tahun yang lalu. Ketika ia dijuluki sebagai seorang pembunuh. Membuatnya semakin bingung dan tidak tahu dengan apa yang mereka lakukan.

                Tiba-tiba hujan turun dengan sangat derasnya. Pricilla lega. Ia menghembuskan nafas panjang saat hujan datang dengan tiba-tiba. “Hujan turun dengan membawa pergi sedihku”, ucapnya spontan dan lelaki yang menjaga Pricilla terkaget.

                Hari sudah gelap dan malampun tiba. Pricilla masih diikat dan disekap. Entah bagaimana caranya.Tetapi ia yakin bahwa akan ada yang menolongnya. Tiba-tiba saja lampu penerang di gudang itu mati total. Ia ketakutan. Ia merasa bahwa ia akan dibunuh oleh lelaki itu. Ia memejamkan mata dan berdoa. Tiba-tiba tangan seseorang memegangnya. Ia menangis dan terkaget. Kain yang ada dimulutnya terlepas sehingga ia dapat berbicara.

                “Jika aku mati hari ini, kini kau harus dapat lewati harimu tanpa diriku lagi. Kau juga akan terlarut dalam kesendirian, saat akhirnya kau menyadari tiada lagi diriku ini. Walaupun kau tidak akan sanggup tanpaku lagi. Terima kasih. Kau adalah penyemangat hidupku. Aku mencintaimu di akhir hidupku.”, ucapnya untuk terakhir kalinya. Dan tiba-tiba, gedung itu menyala sebuah tulisan. “I LOVE YOU, You’re my rain. I LOVE RAIN because of you”.

                Pricilla terkaget. Ia menoleh ke belakang dan ternyata ada Jeremy berdiri di dekatnya. Pricilla menangis dan memeluk Jeremy. Jeremy tersenyum.  “Terima kasih sudah memberi hujan terbaik di hidupku. Aku mencintaimu Pricilla.”, ucap Jeremy.

                “Semestinya aku yang berterima kasih kepadamu. Dan apakah kau yang merencanakan ini semua? Dan apakah kau tahu tentang masa laluku itu?”, tanya Pricilla.

                “Aku lupa bahwa aku telah merencanakan ini jauh-jauh hari. Ya, aku tahu. Orang yang waktu itu meninggal adalah saudara sepupuku di Jakarta. Sebelumnya ia juga menyukaimu dan mencintaimu. Karena suatu hal membuatnya ia terjatuh dan meninggal. Sekarang, aku yang akan meneruskan perasaan itu. Dimana hatiku  siap menerima setiap kesalahan yang kau lakukan dengan tulus. Itu semua karena cinta saling memaafkan.”, katanya.

                “Oh, begitu. Jeremy, aku juga mencintaimu. Mencintaimu dengan tulus hatiku. Mencintaimu seperti kau juga mencintaiku. Kau adalah orang terbaik dalam hidupku yang mau menerima keadaanku apa adanya. Namun, persahabatan kita akan luntur setelah kita mengucapkan kata-kata kalau kita sama-sama CINTA.”, jawab Pricilla.

                “Ya, benar sekali. Oh ya, ini kado untukmu.“, ucap Jeremy singkat sembari menyodorkan kotak berwarna biru dengan pita yang yang sama warnanya.

                “Wah, indah sekali. Ini adalah kado terindah.”, ucapnya. Sebuah kalung bernama Gwenn Pricilla yang ia pegang adalah kalung yang saat itu ia inginkan saat Valentine Wish. Ternyata permintaan itu nyata di hari ulang tahunnya.

                Hujan tiba-tiba datang sangat deras. Jeremy dan Pricilla tersenyum. Mereka keluar dan menikmati hujan itu. Orang tua mereka berdua yang melihat kejadian itu juga ikut tertawa dan terkesan dengan pengorbanan Jeremy yang tidak akan pernah di sia-siakan. Jeremy mengambil payung dan bertatapan empat mata dengan Pricilla. Seolah-olah mata mereka berbicara. Romantis sekali. Ditemani hujan deras dan berharap semuanya akan menjadi lebih baik untuk masa depan mereka. Selamanya.................

                Ingatkah dengan “Pertemuan mereka adalah pertemuan yang indah. Coba saja, kalau tidak hujan. Pasti Jeremy dan Pricilla tidak akan berjabatan tangan seperti tadi. Bagi Jeremy, pertemuan karena hujan ini tidak akan terlupakan. Sedangkan bagi Pricilla, .....masih dirahasiakan olehnya.” Saat ini rahasia itu telah terungkap. Pricilla menyimpan perasaannya saat ia pertama kali melihat wajah Jeremy. Ternyata ia jatuh hati pada pandangan pertama kepada Jeremy. Indah sekali.

Dan siap menunggu Tuhan menjadikan semua itu indah pada waktunya.

               
Epilog

               “Di saat hujan ingatkah kau tentang suatu hal atau kenangan dimana cinta mulai ada. Meskipun tak tahu saat itu. Yang ada hanya cinta tulus atau cinta yang lain. Satu payung menjadi sebuah kisah kebersamaan yang mulai ada. Hingga cinta terungkap dan menjadi sebuah kesatuan. “Tuhan, jadikanlah cinta itu lebih baik. Yang pasti Engkau jadikan semua indah dan tepat pada waktunya”. (VBW)

                “Ketika ku melihat hujan deras itu, teringat saat pertama kali aku berjumpa denganmu.. Dan sejak saat itu kau hadir mengubah segalanya di hidupku...” (EY)


               
- The End _

               

               
               

              








               





















yOhane karya
Bonnรจ Journee!