Ketika Hujan mengantarkan
dirinya kepadaku..
Hujan rintik-rintik membasahi dedaunan yang ada di pepohonan hingga
terlihat setetes demi setetes air hujan pada daun itu. Udara yang sejuk
diselingi juga aroma tanah basah akibat hujan gerimis itu. Menjadikan pula
tubuhnya kaku karena angin yang terhembus kencang hingga membuat bulu kuduknya
itu merinding.
Namanya Jeremia Alsonn. Banyak
orang memanggilnya dengan sebutan Jeremy. Ia adalah anak dari dua bersaudara. Adik
laki-lakinya sekarang sedang duduk di bangku SD kelas 5. Kehidupannya sangat
sibuk karena kegiatan yang lumayan padat karena banyak kegiatan yang menuntut kerja
ekstra. Walaupun saat ini ia duduk di bangku SMA, tapi pekerjaan apapun sudah
pernah ia lakukan demi mendapat perhatian dari seseorang. Namun pekerjaan yang
ia lakukan itu ternyata sia-sia. Dia, wanita yang ia idamkan sudah bukan
miliknya lagi. Masa lalu yang indah itu ternyata sudah pupus diterjang hujan
deras.
Ia duduk sambil menanti hujan
reda di halte bus. Dengan memegang helm dan masih berpakaian seragam basket, ia
berusaha untuk menahan rasa dingin pada waktu itu. Dengan rasa kecewa karena
hujan masih saja deras karena musim penghujan, ia nekat untuk mengendarai
sepeda motornya itu dan dengan cepat dia tancap gas tanpa rasa peduli terhadap
tubuhnya itu.
Sesampai di rumah, Mamanya
membukakan pintu untuknya dengan keadaan setengah marah karena tubuh Jeremy sudah
basah kuyup.
“Jeremy, kenapa kamu bisa pulang
telat? Ini jam berapa dan kenapa tubuh kamu basah kuyup begini?”, sentak Mama
saat menatap Jeremy berdiri di depan rumah.
“Maaf, Ma.Tadi aku latihan
basket dan tidak tahunya hujan deras. Maunya tadi menunggu hujan reda tapi
kelamaan. Jadi aku nekat.”, ucapnya sambil menunduk ke arah lantai.
“Ya, sudah.Masuk ke kamar,mandi,makan,kemudian
belajar.Cepat sana!”, kata Mama galak.
___
Setelah membersihkan tubuh
dengan mandi, ia melihat handphone miliknya untuk melihat-lihat apakah ada
pesan masuk untuknya atau tidak.Selain itu, ia juga melihat pemberitahuan di
facebook dan di twitter. Tapi sayang, kosong!Akhirnya ia menuruni tangga dekat
kamarnya kemudian menuju ke dapur dan makan hingga kenyang.
Sembari makan di luar rumah,ia
sedang menatap dedaunan serta bunga-bunga yang basah akibat hujan tadi. Seperti
berkilauan memancarkan cahaya. Padahal kilau itu berasal dari lampu taman yang
sangat terang pada malam itu.
“Tuhan, aku masih menyayanginya.
Aku tidak bisa melupakan hal-hal unik itu bersamanya. Andai saja ia tidak
pergi, pasti ia berada di sampingku saat ini. Di dekatku...”, batinnya dalam
hati.
Malam ini memang malam yang
begitu indah. Walaupun awan mendung yang masih menutupi indahnya langit
malam,ia masih dapat menikmati malam itu. Angin yang berhembus pelan membuat
matanya itu ingin menutup mata dan tidur. Akhirnya, ia menyelesaikan makan
malamnya kemudian istirahat di malam yang indah itu.
___
Ayam berkokok ria
membangunkannya dari tidur. Dengan mata yang masih sembab, ia memberanikan diri
untuk bersiap-siap pergi ke sekolah. Pagi ini memang indah. Terdengar
burung-burung berkicauan dan bunga-bunga bermekaran disana-sini. Alangkah
indahnya bila ia memetik salah satu dari bunga itu untuk memberikannya kepada
seseorang yang jauh disana. Tapi itu tak mungkin bagi Jeremy.
Ketika tiba di sekolah, halaman
sekolah sudah ramai karena banyak murid-murid yang bermain basket. Iapun juga
tidak kalah dengan mereka. Ia meletakkan tasnya di bangku kantin dan memulai
untuk bermain basket. Jeremy mencoba untuk three
point tetapi hasilnya tidak sempurna seperti biasanya. Yang ada hanyalah
bola basket itu memantul di papan ring basket. Karena menyerah dengan
permainannya itu, ia memutuskan untuk berhenti bermain.
Pelajaran di sekolah hari ini
sangat membosankan. Enam jam berturut-turut diisi dengan mata pelajaran IPA
yang sangat rumit dan membingungkan. Ia sering melihat jam tangan yang
dipakainya setiap pelajaran itu baru dimulai.
“Eh, Jeremy. Kau ini kenapa
sih?Lagi galau ya? Sudahlah, sabar saja. Lagian Pak Guru ini bakal cepet kok
mengajarnya.”, ucap Alex, sahabat Jeremy yang benar-benar mengerti apa yang
dirasakan oleh sahabatnya itu.
“Aku gak papa kok. Perasaanmu aja
mungkin?” , jawab Jeremy bohong.
“Okelah, terserah
kau saja.”, ucap Alex menyerah.
Jam terakhir telah usai. Jeremy
yang dari tadi tidak keluar kelas menjadi tidak tahu bagaimana keadaan di luar.
Ia berjalan menyusuri lorong. Mengamati keadaan yang ada disekitanya. Dari
jauh, ia melihat teman-temannya bermain basket. Hingga ia menemukan seseorang
yang ia rasa asing di matanya. Perempuan itu sedang membaca buku di kursi taman
depan ruang Kepala Sekolah.
“Sepertinya dia anak baru. Tapi
kenapa tadi aku tidak tahu? Hm,biarlah. Paling juga adik kelas.”, pikirnya. Kemudian
ia melanjutkan perjalanannya tadi.
Sesampainya di parkiran sekolah,
Ia duduk di sepeda motor kesayangannya. Ia mengamati sudut sekolah satu per satu. Terlihat, seseorang
yang dia lihat tadi berjalan di depannya. Jeremy baru sadar bahwa perempuan itu
ternyata memakai baju bebas. Tapi siapa dia? Pertanyaan itu terpikirkan di benak
pikiran Jeremy.
“Hey, bro. Apa kabar nih?? Keluar
yuk? Kita main-main kayak biasanya gitu?”, ucap Ivan. Laki-laki dengan tubuh setengah tinggi dengan kulitnya yang
eksotis.
“Makasih banyak,bro. Aku ada
pertemuan sama coach di lapangan. Lagian,
aku udah enggak minat lagi sama permainanmu itu. Maaf nih ya. Hehehe.”, tolak
Jeremy mentah-mentah.
Hal itu
membuat Ivan,yang juga teman dekat Jeremy pergi seenaknya tanpa pamit. Sudah
pasti Jeremy jengkel dengan sikap Ivan tadi.
Jeremy menyalakan mesin motornya
dan menancap gas serta meluncur untuk pulang ke rumahnya. Di perjalanan, Jeremy
masih bingung dengan perempuan itu tadi.Sepertinya ia pernah melihat perempuan
itu. Tapi dimana? Apa dalam mimpinya? Pertanyaan itu masih terngiang-ngiang di
pikiran Jeremy.
Perkiraan cuaca Jeremy tadi
sepertinya salah. Yang tadinya hari begitu cerah, tetapi tiba-tiba saja awan
mendung. Sepertinya akan datang hujan lagi. Untung saja, Jeremy tidak lupa
membawa mantelnya. Bila tidak, siap-siap saja ia terkena marah Mamanya lagi.
Jeremy
memasuki pintu gerbang perumahannya yang besar dan mewah. Walaupun rumahnya
tidak terlalu besar, ia pun sangat menikmati kehidupannya itu.
Seperti biasanya, Jeremy
memberhentikan dirinya untuk duduk di kursi taman perumahannya itu. Ia
mengambil earphone serta MP3 dari
dalam tasnya dan mulai menyalakannya.
Bahkan,Jeremy
betah duduk berjam-jam untuk bisa mendengarkan lagu-lagu dari MP3 nya.
___
Ia tiba di Bandara Juanda. Dengan
mata terpejam, ia merasakan hembusan angin yang menghembus baju dan roknya. Ia
berjalan menuju koridor bandara. Setelah ia dan orang tuanya mengambil koper, mereka
berjalan untuk mencari taksi ke Malang. Perjalanan mereka sangatlah lama. Kira-kira
satu setengah jam.
Perempuan itu bernama Gwenn
Pricilla. Perempuan ini berkulit putih,tubuh yang tidak terlalu tinggi,serta
berambut panjang. Wajahnya yang terlihat imut dan lucu pasti dapat membuat para
lelaki jatuh bangun karenanya. Setibanya di Malang, ia pulang menuju rumahnya
yang lama yang bertahun-tahun tidak ditempati. Tanpa persiapan apa-apa, perempuan
yang sering disapa Pricilla ini menuju SMA yang ia ingini bersama dengan orang
tuanya untuk mendaftarkan Pricilla untuk sekolah.
Sesampainya di sekolah tersebut,
Pricilla menengok kanan kiri melihat sekolah ini. Ia bingung begitu sepinya
sekolah ini. Orang tua Pricilla bertemu dengan Kepala Sekolah. Sedangkan Pricilla hanya menunggu diluar dengan membaca
buku kesukaannya. Saat itu juga, terdengar bel tanda pulang sekolah berbunyi. Pricilla
mendongak dengan kaget. Ia melihat banyak murid-murid keluar berhamburan. Waktu
itu, Pricilla merasakan ada hal yang aneh yang membuat ia merinding. Seperti
ada seseorang yang mengamatinya dari belakang. Tetapi, Pricilla tidak berani menoleh
ke arah manapun karena ia takut.
Orang tua Pricilla keluar
bersama Kepala Sekolah dan tak lupa Pricilla berpamitan pulang kepada Kepala
Sekolah.Dengan wajah yang sumringah, Pricilla berjalan menyusuri lorong bersama
orang tuanya.
“Ma, Pa. Pricilla ke toilet dulu
ya. Nanti Mama sama Papa tunggu di mobil aja. Aku berani kok. Jadi, tidak perlu
khawatir. Toiletnya di dekat sini kok.”, ucap Pricilla kepada orang tuanya.
“Iya, nak. Hati-hati ya. Papa
tunggu di mobil sama Mama.”, jawab orang tuanya.
___
Pricilla keluar dari kamar
mandi. Dilihatnya banyak perempuan yang sedang antri memakai kamar mandi
sekolah. Pricilla pun segera meninggalkan kamar mandi itu. Ia berjalan menuju
parkir mobil sekolah. Tidak terlalu jauh,hanya saja perlu percaya diri saat
melewati kantin dan tempat parkir itu. Ketika Pricilla melewati tempat parkir
sepeda motor, Ia melihat seorang lelaki yang mengamatinya saat ia berjalan di
depannya. Hati Pricilla berdebar kencang. Ia takut jika lelaki itu mengganggu
dirinya.
Perasaan negatif itu sudah
hilang. Ia masuk ke dalam mobil orang tuanya dan pergi meninggalkan sekolah. Di
perjalanan, perasaan yang aneh itupun muncul di dalam benaknya. Saat mendaftar
sekolah saja, ada seseorang yang mengamatinya dari jauh. Apalagi saat ia
bersekolah nanti?
“Pa, nanti aku berhenti di taman
perumahan ya. Aku mau refreshing
sebentar.” , pintanya.
“Iya, Nak.
Tapi jangan lama-lama ya. Soalnya kamu harus merapikan barang-barangmu.”, ucap
Papanya.”Oke”, jawabnya singkat.
Pricilla turun dari mobil dan
berjalan berkeliling taman itu. Pricilla mengelilingi taman kecil itu dengan
penuh gembira. Ia melihat seorang lelaki duduk di kursi taman dan di depannya
terdapat sepeda motor. Yang pasti sepeda motor itu milik lelaki itu. Ia juga
melihat bahwa lelaki itu sedang terdiam sambil mendengarkan lagu dari MP3 nya.
Pricilla melihat lelaki itu,sambil
berharap bahwa lelaki itu tidak dapat mendengarkan apa yang akan ia katakan.
“Rinai hujan basahi aku”, ucap
Pricilla.
___
Jeremy mendengarkan suara
hentakan kaki.Ia mengurangi volume lagu dari MP3 nya dan mendengar apa yang
dikatakan perempuan itu.
“Rinai hujan basahi aku”, ucap
perempuan itu kali keduanya. Ia menatapnya dengan aneh. Sepertinya Jeremy
pernah bertemu dengannya. Tapi kapan? Jeremy berusaha mengingat-ingat.
Ia tiba-tiba
teringat dengan perempuan yang tadi duduk di kursi taman sekolah sambil membaca
buku yang sepertinya novel.
Saat itu juga, tiba-tiba hujan
datang dengan perlahan-lahan. ”Aneh, apakah dia pawang hujan? Ketika dia
meminta hujan membasahi tubuhnya, tiba-tiba saja hujan datang. Misterius sekali
perempuan ini ”, katanya dalam hati.
Terlihat Pricilla mengangkat
kedua tangannya dan merentangkannya. Sedikit demi sedikit air hujan itu
membasahi baju yang dipakainya. Pricilla sangat senang dengan datangnya hujan. Jeremy
tersenyum.
“Hey, kamu. Ngapain kamu meminta
hujan? Bukannya lebih enak bila tidak hujan?”, tanya Jeremy sambil menikmati
air hujan.
“Kamu siapa? Terserah aku dong. Lagian
aku sangat suka hujan.”,jawabnya.”Ayo berteduh, cepat!”, ucap Jeremy kepada
perempuan itu.
“Iya iya”, patuhnya.
Jeremy dan
Pricilla berteduh di tempat dimana Jeremy tadi duduk. Mereka berdua seakan-akan
bisu satu sama lain. Atau jangan-jangan mereka sedang merasakan sesuatu? Akhirnya
hingga salah satu dari mereka mengangkat suara.
“Kenapa kamu tadi meminta
hujan?”, tanya Jeremy dengan lembut sembari mendekap tubuhnya yang kedinginan.
“Tidak apa-apa. Aku suka dengan
hujan. Coba kalau tidak ada hujan, pasti tidak mungkin tumbuhan akan tumbuh
subur. Tumbuhan kan perlu air?”, jelasnya.
“Oh,begitu. Rumahmu dimana?”,
tanya Jeremy sekali lagi.
“Hm,di dekat sini kok. Kenapa?”,
ucapnya.
“Memangnya kamu nggak dicari
sama orang tuamu? Apalagi kamu basah kuyup begini.”, ucap Jeremy.
“Oh My God, Aku lupa. Oh ya
kalau begitu aku pergi dulu ya, Bye!”, katanya .
“Hey, tunggu.”,
ucap Jeremy.”Ada apa??”
“Kamu mau jalan kaki? Terus kamu
bawa payung?”, tanyanya.
“Hehe, iya.
Aku enggak bawa.”
“Kalau gitu ayo aku anterin. Terus
kamu pakai jaketku ini.Biar kamu enggak masuk angin. Ya?”, tawarnya.”Iya,thanks.”
Pricilla memakai jaket yang
dipakai Jeremy. Sedangkan Jeremy mengantarkan Pricilla pulang. Walaupun mereka
belum mengenal satu sama lain atau bahkan mereka belum berkenalan, mereka
seperti teman lama yang tidak pernah bertemu. Hati Jeremy merasa tenang. Begitu
pula keadaan hati Pricilla.
“Oh, ini rumahmu. Sepertinya
rumah ini lama tidak dihuni. Tapi memang kamu yang mempunyai rumah ini?”, tanya
Jeremy.
“Iya. Oh ya, perkenalkan. Namaku
Gwen Pricilla .Kamu?”, ucap Pricilla sembari menyodorkan tangannya untuk
berjabat tangan.
“Jeremia Alsonn. Tetapi panggil
saja Jeremy. Sama saja kok.”, jawab Jeremy dengan senang hati dan menerima
jabat tangan itu.
Pertemuan mereka adalah
pertemuan yang indah. Coba saja, kalau tidak hujan. Pasti Jeremy dan Pricilla
tidak akan berjabatan tangan seperti tadi. Bagi Jeremy, pertemuan karena hujan
ini tidak akan terlupakan. Sedangkan bagi Pricilla, .....masih dirahasiakan
olehnya.
___
Jeremy membuka pintu kamarnya
dan menyelinap masuk. Ia masih membayangkan pertemuan yang tadi dengan
Pricilla, teman barunya. Tampak wajah Jeremy berbinar-binar sejak ia melihat
Pricilla di sekolahnya tadi. Ia berpikir apakah ia akan bertemu dengan Pricilla
lagi?? Sepertinya itu tidak mungkin. Tetapi jika memang Pricilla adalah orang
yang selama ini ia cari, ia yakin pasti Tuhan akan melangkahkan kakinya untuk
dapat bertemu dengan Pricilla begitu sebaliknya.
Jeremy membaringkan tubuhnya di
tempat tidur kesayangan sambil melihat sekeliling dinding kamarnya yang dipenuhi
poster pemain basket profesional kesukaannya.
“Hm, kenapa aku tiba-tiba
memikirkan perempuan itu tadi? Aku kan baru berkenalan dengannya? Oh Tuhan! Tidak..tidak..
Lebih baik aku beristirahat saja. Tetapi, apakah dia beristirahat saat ini?? Ya
Tuhan! ada apa denganku ini?? Say No to her!!Uhhh”, ucapnya sambil geregetan
jika mengingat hal itu tadi. Lagian, Jeremy juga tidak berharap bisa bertemu
dengan perempuan itu lagi kecuali rencana Tuhan Sang Pencipta.
Pada waktu yang sama, Pricilla
membaringkan tubuhnya di kasur yang empuk yang juga lama tidak ia tempati. Ia
memandang atap kamarnya yang berasal dari kaca. Ia melihat embun bekas hujan
tadi sore. Ia juga teringat. Teringat tentang............laki-laki itu tadi. Sepertinya
ada yang aneh dan misterius dari laki-laki ini. Kenapa tiba-tiba ia bisa muncul
di sekitarnya hari ini? Atau laki-laki itu yang mengikuti Pricilla?? Pikiran
yang seharusnya tidak penting untuk dipikrkan jadi terpikirkan oleh Pricilla. Bahkan,
ia penasaran dengan sosok Jeremy yang
baru kenal tadi sore, ketika hujan. Saat itu juga, Pricilla mengambil buku
diary-nya dan memulai untuk menulis kejadian hari ini...
___
Fajar telah menampakkan
sinarnya. Sinar yang begitu hangat dan membawa kehangatan bagi setiap orang
yang masih merasakan sisa-sisa udara ketika hujan kemarin sore seperti Jeremy. Walaupun
ia masih berada di tempat tidur, tetapi ia merasakan bahwa ini sudah pagi dan
waktunya untuk bersiap ke sekolah. Dengan keadaan yang malas, ia bangun menuju
kamar mandi dan bersiap-siap pergi ke sekolah.
“Pagi Ma, masak apa hari ini?”,
ucap Jeremy sambil membawa tas ranselnya turun dari tangga. ”Pagi juga, nasi
goreng. Ada apa? Tumben sekali kamu tanya Mama masak apa?”,jawab Mama Jeremy
sembari menyiapkan piring untuknya,adik Jeremy,dan Papa Jeremy.
“Gak papa kok, Ma. Oh ya,Mama
tahu jaketku tidak?”,tanyanya.”Jaket yang mana?”, jawab Mama Jeremy.”Jaket yang
Jeremy pakai kemarin. Yang abu-abu.”
“Tidak,kenapa memangnya? Jangan-jangan
hilang?”. ”Tunggu. Aku ingat dulu. Ya ampun, di bawa perempuan itu! Oh
God..Kenapa aku baru mengingatnya?”
“Perempuan?
Kamu sedang dekat dengan perempuan? Hayoo ngaku sama Mama!”Terlihat adik Jeremy
dan Papa Jeremy turun ke ruang makan dan duduk di dekat Jeremy.
“Enggak, Ma! Kemarin cuma nganterin anak pulang ke rumahnya. Terus karena
hujan, aku kasi jaketku ke dia dan dibawa deh. Rumahnya deket sini kok,Ma.”
“Ada apa
dengan jaketmu Jeremy?”, tanya Papa Jeremy. ”Ini loh, Pa. Jeremy tadi nyariin
jaketnya. Eh, ternyata di bawa sama perempuan karena perempuan itu nggak bawa
payung. Gitu ya Jeremy ceritanya?. ”Iya Ma, Pa.”, jawab Jeremy singkat.
___
“Mama sama Papa jadi antar aku
ke sekolah kan?”,tanya Pricilla kepada orang tuanya. ”Iya, Sayang. Tenang saja.
Kamu sudah siap kan?”, tanya Papa Pricilla. ”Sudah, ayo berangkat!”, semangat
Pricilla.
Hari ini Pricilla sudah memulai
untuk belajar di salah satu sekolah yang ia kunjungi kemarin. Namun, dibalik
semangatnya itu, ia juga memikirkan apakah ia benar-benar nyaman di sana
ataukah sebaliknya? Atau ia bisa menemukan cinta sejatinya kelak? Ataukah ia
harus merasakan betapa pahitnya merasakan kegagalan cinta? Ah, mungkin itu
hanya pikiran yang sekadar lewat saja dari padanya.
Papa Pricilla mengendarai mobil
dan keluar dari area halaman rumah Pricilla dan segera mengantar Pricilla pergi
ke sekolah. Ketika sudah melewati berapa kavling rumah, Pricilla melihat lelaki
mengendarai sepeda motor merah yang sebelumnya pernah ia lihat bahkan ia
tumpangi. Pricilla mencoba mengingat sesuatu.
“Oh My God! Jaket itu?!”, katanya
dengan keras hingga membuat Mama dan Papa terkejut dengan teriakan Pricilla. ”Jaket
siapa Pricilla?”, tanya Mama Pricilla. ”Orang yang nganter aku pulang kemarin
sore Ma.”
“Lalu kita mau putar balik? Kalau
kembali, kamu bisa terlambat. Bagaimana?”, tanya Mamanya. ”Ya sudah, besok saja
jika aku bertemu dengannya.”
___
Jeremy memarkirkan sepeda
motornya di tempat biasa kemudian berjalan ke dalam kelas melewati koridor. Ia
melihat banyak murid yang sudah datang. Ada yang belajar, bermain basket, bercanda
dengan kawannya, bahkan ada pula yang pacaran pagi-pagi. Uhh,buat Jeremy bete
dan semakin bete!
Kriinnggg.....kriinnggg.....bel
tanda masuk kelas berbunyi. Dengan tubuh yang lunglai, ia berjalan masuk ruang
kelas dan duduk dibangku paling tengah kelas itu. Hari ini, sepertinya Jeremy
malas untuk melakukan sesuatu. Atau jangan-jangan masih memikirkan bagaimana
jaketnya dapat kembali? Atau jangan-jangan ia memikirkan perempuan itu? Gwen
Pricilla?
“Selamat Pagi anak-anak.”, ucap
Ibu Guru wali kelas Jeremy. ”Pagii Buuu....”,jawab siswa dengan serentak
seperti anak SD yang nadanya dibuat panjang.
“Hari ini,
kalian akan mendapatkan teman baru. Ayo silahkan masuk, Nak.”, ucap Ibu Guru.
Terlihat Jeremy setengah bungkuk
dan mencoba menidurkan matanya yang sembab di atas tas yang berada di mejanya
tanpa menghormati apa yang dibicarakan gurunya. Bahkan ia tidak meresponnya.
“Perkenalkan. Namaku Gwen
Pricilla. Aku berasal dari SMA Negeri 20
Jakarta. Senang dapat bertemu dengan kalian.”, ucap Pricilla. Tampaknya
Jeremy masih tidak mengetahui siapa yang berbicara. Dengan kaget, ia terbangun
dari setengah tidurnya gara-gara Wali Kelasnya menyuruhnya untuk mengulang nama
teman barunya itu yang sesungguhnya sudah ia kenal. Jeremy melihat siswa baru
tersebut dan terkejut ketika yang dilihatnya adalah Pricilla.
“Hah?”, ucap Jeremy terkejut. ”E..hm,,namanya
Pricilla,Bu.”, ucap Jeremy terpatah-patah karena heran dengan apa yang sudah
terjadi barusan.”Oke, Pricilla kamu boleh duduk di bangku yang kosong itu.
Seolah-olah Pricilla juga tidak
menyangka bisa bertemu dengan Jeremy dan sekelas dengannya. Bahkan ia tidak
mengerti apa arti dari semua ini. Pricilla mencari-cari bangku yang kosong itu
dan ternyata bangku kosong itu adalah di sebelah Jeremy. Pricilla pun terkaget.
“Hai”, ucap Pricilla kepada
Jeremy. Jeremy tercengang mendengar apa yang dikatakan Pricilla tersebut. ”Hmm,hai
juga. Silahkan duduk.”, ucap Jeremy.
Selama pelajaran, Jeremy dan
Pricilla hanya diam tak berkutik. Mereka berdua hanya mendengarkan guru
mengajar. Dalam hati Jeremy, Jeremy
malu, pura-pura, dan ia bingung dengan apa yang akan mereka bicarakan.
___
“Jer, aku mau
tanya sama pelajaran yang udah diajarin. Gimana? Kamu mau beritahu aku??”, tanya
Pricilla ke Jeremy yang sedang duduk memegang gitar di halaman kelas mereka.
“Boleh, tapi hari ini aku ada latihan di Gereja. Gimana?”, jawab
Jeremy.
“Hm, gini aja
deh. Rumah kita kan satu perumahan. Gimana kalo kamu ke rumahku?hehhe..Lagian
kamu juga udah tau rumahku kan?”, ajak Pricilla.
“Hm, oke deh. dengan senang hati”, jawab Jeremy dengan nada senang
dan gembira. Bahkan, bahagianya tidak seperti biasanya.
Jeremy merasa
senang, senang dengan ia yang sekarang. Senang sejak ada Pricilla. Orang yang
datang saat ia benar-benar tak ingin melupakan masa lalu. Namun, apakah yang
dia rasakan juga Pricilla rasakan?
___
Dua bulan kemudian.........
Jeremy dan Pricilla sudah
menjadi teman yang dekat. Kehidupan mereka diisi dengan bersenda gurau, bermain
olahraga yang lain, jalan-jalan, bernyanyi, dan lain sebagainya. Entah mengapa,
mereka berdua menjadi sorotan teman-teman sekelasnya. Padahal Pricilla adalah
siswa baru di sana, tetapi ia sudah seperti siswa lama seperti siswa yang
lainnya. Bahkan, teman-teman Pricilla yang lain juga sudah akrab seperti
keluarga sendiri dengan Pricilla. Dan itu semua ada kebahagiaan tersendiri di
kehidupan Pricilla. Ia menemukan hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ia
alami selama di Jakarta.
Pricilla duduk termenung di
kantin yang berada dekat dengan lapangan basket sekolahnya. Matanya tersorot
fokus kepada seseorang. Seorang yang tinggi dan bisa dibilang pintar saat
memanjakan bola basket. Siapa lagi kalau bukan Jeremy. Lelaki yang baru
dikenalnya namun sudah membuat dirinya semakin aneh dan merasa ada sesuatu yang
mengganjalnya. Ia terus mengamati permainan Jeremy. Ia jadi ingat sesuatu,
sesuatu yang tidak bisa dipungkiri semasa hidupnya di Jakarta. Sesuatu yang
menjadikan segalanya berubah seratus delapan puluh derajat. Masa lalunya
bersama seseorang yang ia sayang tiba-tiba hilang diterjang badai.
“Hai, Pricilla. Belum
dijemput?”, ucap laki-laki yang tidak lain ialah Jeremy yang membuyarkan dari
lamunan Pricilla. Jeremy duduk di sebelah Pricilla dengan tubuhnya yang masih
menggunakan seragam basket dengan keringat yang mungkin berbau menyengat.
“Hai juga, Jer. Belum, nih. Udah
telpon, sih. Cuma nggak tau kemana papaku.”, ucap Pricilla dengan nada melas. “Kasihan
banget? Emang udah janjian jam berapa?” , tanya Jeremy sekali lagi.
“ Jam 1 siang
tadi. Sedangkan sekarang udah jam 3 sore.”, keluh Pricilla.
“Ya udah pulang sama aku aja ya.
Aku habis ini selesai kok.”, kata Jeremy sambil tersenyum manis kepada
Pricilla. “Beneran ? Ya udah deh, aku bareng kamu aja. Makasi ya.”, jawab
Pricilla riang.
Jeremy berjalan menuju tempat
parkir di sekolahnya. Sembari membawa tas berisi bola basket, ia berhenti
sejenak memikirkan ada sesuatu yang rasanya kurang saat ia menuju ke tempat
parkir sekolah.
“Ya ampun! Pricilla! Aku lupa.
Dimana dia?”, tanyanya dalam hati sambil menoleh ke segala arah namun tidak
menemukan Pricilla. Jeremy tampak bingung. Ia berusaha untuk mencari Pricilla.
Namun, tubuhnya sudah tak kuat lagi menahan rasa capeknya setelah bermain
basket. Dengan terpaksa, Jeremy mencari ke segala penjuru sekolah dengan
menahan capeknya itu.
Di toilet wanita tidak ada, di
kelas juga tidak ada, di taman juga tidak ada, di kantin apalagi. Jeremy
berkeliling sekolah hingga satu jam lamanya namun tak kelihatan batang
hidungnya. Dengan rasa kecewa karena sudah janji, ia pulang tanpa membonceng
Pricilla. Dalam hatinya terasa aneh semenjak kedatangan Pricilla di hidupnya.
Gadis yang sudah membuat Jeremy lupa tentang masa lalunya. Masa lalu yang tidak
ingin untuk dilupakan tetapi tiba-tiba hilang terlupakan karena kedatangan
gadis itu.
Sesampainya di rumah, Jeremy
membersihkan tubuhnya dan langsung membaringkan tubuhnya di kasur. Ia menatap
langit-langit kamarnya. Ia memejamkan matanya, gelap namun masih terasa ada
cahaya yang datang. Seperti itulah ia sekarang. Saat ia berusaha untuk
mengingat semua masa lalu dalam hidupnya ternyata justru ada sesuatu yang
membuatnya semakin ceria dan tidak larut dalam masa lalunya. Namun, hari ini ia
merasa kecewa. Kecewa yang berbalut rasa rindu dalam hati kecilnya. Ia ingin
menghubungi Pricilla, tetapi belum saatnya karena kekecewaan yang melandanya.
___
Pricilla mengeluarkan sepeda
yang ada di garasinya. Ia menggayuh sepedanya menuju ke rumah yang tak jauh
dari rumahnya. Hatinya bisa dibilang galau. Perasaannya tidak enak saat ia
sudah membuat orang lain kecewa apalagi orang yang dikecewakan adalah orang
yang sudah membuatnya....berubah. Malam itu, Pricilla pergi ke rumah Jeremy
untuk meminta maaf. memang sudah terlambat, tetapi itu masih mending daripada
tidak meminta maaf.
Tok..tok..tok..
“Permisi
”, ucap Pricilla di depan pintu rumah Jeremy yang tidak terlalu namun indah dan
sejuk.”Eh, Pricilla. Ayo masuk.”, kata Mama Jeremy yang membuka pintu untuk
untuknya.
“Terima kasih Tante. Disini aja.
Oh ya, Jeremy-nya ada Tante? Saya mau ada perlu Tante sama Jeremy.”, tolak
Pricilla.
“Sebentar ya. Tante lihat dulu
di kamar.”, jawab Mama Jeremy sekali lagi sembari membalikkan badan dan pergi
ke kamar Jeremy.
Beberapa menit kemudian, Mama
Jeremy kembali datang menghampiri Pricilla. “Pricilla, maaf. Tante tadi lihat
Jeremy sudah tidur. Ya mungkin dia kecapekan. Tadi dia juga datang agak sore.”,
ucap wanita berambut pendek ini.
“Oh, begitu ya Tante. Memangnya
tadi Jeremy sampai rumah jam berapa ya Tante kalau boleh tahu?” , tanya
Pricilla. “Kalau tidak salah jam setengah 5. Tante juga tidak tahu kenapa dia
pulang jam segitu. Biasanya kalau basket sampai rumah jam setengah 4. Aneh”,
jawab Mama Jeremy.
Pricilla merasa bersalah. Ia
yakin bahwa Jeremy tadi mencarinya. Itu semua juga salah Pricilla. Ia dijemput
tetapi tidak ijin. Yang lebih ia yakini ialah Jeremy pasti marah dan kecewa.
Pricilla berpamitan pulang. Ia menuntun sepedanya keluar dari lingkungan rumah
Jeremy dengan rasa kecewa dan menyesal. Tiba-tiba saja ia tersentak kaget saat
petir memancarkan cahaya di tengah-tengah gelapnya malam dan hujanpun turun
dengan derasnya.
___
Kilat memancarkan sinarnya
dengan suara yang keras membangunkan Jeremy dari tidurnya. Ia melihat jendela
kamarnya yang masih terbuka. Ia bangun dan menutupnya. Saat ia akan menutup, ia
memandang luar rumahnya. Dekat gerbang rumahnya, ia melihat gadis berambut
panjang itu dengan menuntun sepeda. Sepertinya Jeremy tak asing. Tak asing
dengan wajah gadis itu. Ia teringat Pricilla. Teringat saat Pricilla duduk
memegang novel dua bulan yang lalu saat ia mengamati dari jauh. Dan tak salah,
itu memang Pricilla. Pricilla basah kuyup. Untung saja, kaos lengan panjangnya
melindunginya dari dinginnya air hujan.
Jeremy cepat-cepat turun dari
kamarnya, bergegas mengambil payung dan pergi menuju Pricilla. Ia melihat
wanita itu sudah duduk dengan tangan yang mendekap tubuhnya karena kedinginan.
“Kenapa kau bisa ada disini? Ini
sudah malam dan hujan deras. Ada perlu apa kau datang ke rumahku? Sedangkan kau
sudah membuatku begitu kecewa karnamu”, ucap Jeremy sambil memegang payung.
“Jeremy? Kau bohong? Tadi kau
beristirahat. Lalu, aku minta maaf soal yang tadi sore. Aku lupa tidak ijin
denganmu. Maafkan aku.”, jawab Pricilla sambil berdiri. Jeremy yang tadinya
memegang payung untuk melindungi tubuhnya sendiri sekarang ia bersama Pricilla
dalam satu payung itu. Mereka berhadapan.
“Aku memang tidur. Tetapi aku
terbangun. Saat aku akan menutup jendela, aku melihatmu”, jawab Jeremy dengan nada
sedikit emosi.
“Oh, aku minta maaf. Ya?”, pinta
Pricilla. “Segampang itu kau minta maaf denganku? Aku mencarimu keliling
sekolah tapi kau tidak ada. Aku khawatir.”, katanya.
“Oke, aku tahu aku salah. Tapi
bukan berarti kau terus memendam rasa amarahmu terlalu lama. Manusia itu pasti
memiliki kesalahan. Kesalahan itu ada karena manusia itu tidak sempurna.”,
bentaknya.
“ Ya sudahlah, ini handuk.
Masuklah dulu lalu nanti aku antarkan pulang. Hujan masih sangat deras. “, ucap
Jeremy sembari menyodorkan handuk tebal kepada Pricilla kemudian berbalik badan
dan meninggalkan Pricilla.
“Tunggu”, kata Pricilla. Jeremy
berhenti dan membalikkan badannya kembali. “Ada apa lagi?”, tanyanya. “ Tunggu
aku.”, ucapnya dengan membawa sepeda dan handuk serta berusaha berdekatan
dengan Jeremy agar ia kedapatan tidak terkena hujan.
Mereka berdua berjalan menuju
rumah Jeremy. Perasaan Jeremy tidak karuan. Ia merasa sangat kecewa dan
marah.Tetapi, di sisi lain ia tidak bisa marah dan kecewa terhadap Pricilla. Perasaannya
aneh. Seperti hatinya menyembunyikan sesuatu yang misterius.
Begitu pula dengan Pricilla.
Saat ia mengecewakan seseorang, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain berusaha
untuk mengajak orang itu peduli terhadapnya. Malam itu, malam yang berarti. Namun
ia tak pernah menyadari bahwa ia akan menatap kedua mata Jeremy. Mata dengan
tatapan kosong yang penuh dengan hal-hal yang tersembunyi dibalik matanya. Mata
yang indah itu.
___
Pricilla berjalan menyusuri
lorong sekolahnya dengan hati yang masih merasa bersalah karena kejadian
kemarin itu. Hatinya terasa aneh. Aneh sejak ada Jeremy. Semenjak ia membuat
kecewa Jeremy, ia jadi murung tak sebahagia saat ia dapat membuat tertawa
Jeremy.
“Pricilla, kau kenapa sih?
Murung banget? Ada masalah?” , tanya Indah. Sahabat barunya sejak di sekolah
itu. “Hmm, gak papa kok. Cuma males ngapa-ngapain gitu deh. Memangnya wajahku
terlihat bagaimana?”, tanya Pricilla.
“Wajahmu terlihat nggak imut
lagi kalau cemberut. Kenapa sih? Ayo cerita..”, ucap Indah, gadis yang tinggi
dan lincah ini. Bagaimana tidak ? Itu yang menjadi alasan utama ia dipilih
menjadi kapten cheers di sekolahnya.
“Ya udah, deh. Aku crita. Jangan
bilang siapa-siapa ya? Janji?”, kata Pricilla sambil menyodorkan jari
kelingkingnya kepada Indah, sahabatnya itu. “ Janji janji janji.”, jawabnya
dengan penuh keyakinan dan menggabungkan jari kelingkingnya itu dengan jari
kelingkingnya Pricilla.
“ Jadi begini, kemarin aku belum
dijemput sampai jam 3 sore. Kebetulan Jeremy selesai basket dan beberapa menit
lagi dia pulang. Lalu, aku ditawari untuk pulang bareng dia dan aku sudah
setuju. Tetapi, tidak tahunya aku dijemput setelah Jeremy balik lagi ke
lapangan. Sebenarnya aku mau pamit ke dia, tetapi karna dia basket ya aku
langsung pulang deh. Di mobil aku sempet berpikir, kalau aku sudah mengecewakan
Jeremy. Malamnya aku ke rumahnya tapi dia sudah tidur dan kau tahu? Disana hujan
deras ketika aku mau pulang dan dia tiba-tiba datang membawakan payung dan
handuk. Tapi, tetap saja dia marah kepadaku.”, ucap Pricilla panjang lebar.
“Tunggu, kau menyukainya?”,
tanya Indah penasaran. “Hah? Menyukainya? A..aahh,, tidak mungkinlah. Dia teman
pertamaku. Iya, teman pertama.”, jawabnya dengan nada terpatah-patah.
“Teman pertama? Maksudnya?”,
tanya Indah bingung. “Ya..yah, kan kau tahu sendiri kalau aku sebangku sama dia
waktu aku pertama kali masuk sekolah ini. Iya tidak?”, ucap Pricilla meyakinkan
Indah.
“Oh, benar-benar. Oke, lanjut.
Hm, jadi dia marah dan kecewa begitu? Kau sudah berusaha meminta maaf?”, tanya
Indah. “Sudah. Tetapi dia cuek. Seperti kau tidak tahu sifatnya dia saja.”,
jawabnya. “Aku ada ide. Supaya dia tidak kecewa lagi denganmu.”, tawar Indah.
“Apa?”, tanya Pricilla.
Indah membisikkan sesuatu kepada
Pricilla. Dan mungkin itu adalah rencana. Rencana konyol Indah tapi sangat
berarti juga bagi Pricilla. Apakah Jeremy bersedia memaafkan Pricilla lewat
rencana itu?
___
Jeremy membawa tas sekolahnya
keluar dari kelas. Ia terburu-buru. Ia melakukan itu dengan tergesa-gesa karena
ia menghindari sesuatu. Menghindar dari Pricilla. Namun ternyata salah.
Pricilla dari kejauhan sudah mengejarnya. Bahkan, Pricilla hampir menabrak
karyawan kantin yang sedang membawa minuman. Tetapi untung saja, ia tidak jadi
menyrempetnya.
“Jeremy, tunggu aku!”, teriak
Pricilla dari kejauhan. Tetapi Jeremy tetap cuek dan terus berjalan menuju
parkiran. Dari kejauhan juga, terlihat Indah tersenyum melihat tingkah laku
teman barunya itu yang berusaha untuk mengajak Jeremy untuk menyetujui rencana
mereka berdua. Raut wajah Indah yang awalnya tersenyum berubah menjadi kusut
setelah ia melihat Pricilla jatuh bangun saat ia berlari-lari mengejar Jeremy.
“Aow..sakit. Ihh!”, protes
Pricilla. Pricilla melihat jeremy berbalik badan dan tertawa. Tetapi tetap saja
ia cuek. Indah berlari-lari kecil untuk berusaha menolong Pricilla.
“Kau kenapa sih? Kenapa
tiba-tiba bisa jatuh bangun begini? Hahaha..”, canda Indah. Sedangkan Pricilla
hanya meniup debu-debu yang menempel di lukanya itu. Di sisi lain, lututnya
juga berdarah. Lututnya yang awalnya mulus berubah menjadi jelek akibat ia
jatuh tadi.
“Ih, kau ini. Temannya jatuh
malah diketawain. Sakit tahu.”, keluh Pricilla sekali lagi. “Hahaha, iya-iya.
Yuk, ke UKS dulu.”, ajak Indah. “Yahh, dia pergi”, ucap Pricilla sambil
menunjuk sepeda motor merah pergi meninggalkannya.
“Ya sudahlah. Kita coba besok
lagi. Sekarang obati dulu lukamu.”, ajak Indah sekali lagi. Indah berjalan menuntun
Pricilla menuju ruang UKS yang tak begitu jauh dari tempat dimana ia jatuh
tadi.
___
Jeremy mengendarai sepeda
motornya dengan laju cepat. Hatinya terasa aneh. Aneh melihat sikap Pricilla
yang jauh darinya. Walau sebangku, tetapi tetap saja mereka berdua berubah
pendiam. Padahal biasanya mereka berdua dijuluki Raja dan Ratu yang paling
ramai di kelas. Ia sadar bahwa sikap dinginnya itu juga membuatnya semakin
aneh. Rasa kekecewaan yang melandanya itu masih tersimpan. Dibalik kekecewaan
itu, ia juga merasa kangen bersenda gurau dengan Pricilla.
Sesampainya di rumah, tak
segan-segan ia membuka handphone-nya untuk membuka facebook dan twitter. Jeremy
menuli status dan tweet yang sama. Ia mengetikkan tulisan “ Ingin rasanya seperti kemarin, berhadapan
dengan seseorang yang....the best “. Benar! Pricilla adalah teman terbaik
yang ia temui selama hidupnya. Pricilla wanita yang dewasa, ramah, baik, serta
cerdas.
“ Jujur, aku tertawa melihatmu
terjatuh saat kau mengejarku tadi. Hahaha. Pikirmu aku tak tahu begitu? Hm,
tunggu. Kira-kira tadi kau berdarah tidak ya? Atau tadi itu hanya ilusi semata
saja supaya aku bisa memperhatikanmu? Ah, paling juga begitu. Eh, tapi
feeling-ku kok aneh ya? Apa aku harus pergi ke rumahnya?”, ucapnya kepada
dirinya sendiri.
Ia ingin pergi ke rumah Pricilla
tetapi ia takut Pricilla tidak mau menemuinya. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke taman di perumahannya saja.
Siapa tahu ia dapat merasakan ketenangan. Dengan cepat, ia mengeluarkan
sepedanya dan pergi untuk beberapa saat ke taman.
Sesampainya
di taman, ia mengeluarkan MP3 favoritnya dan mulai menggunakan headphone-nya.
Setelah lagu dari MP3-nya berputar, ia mulai memenjamkan mata. Ia teringat
beberapa bulan yang lalu saat bertemu dengan seseorang. Seseorang yag telah
membuatnya dunianya berubah. Teringat pula saat ia berbicara dengan orang itu.
“Hey, kamu. Ngapain kamu meminta hujan? Bukannya lebih enak bila tidak
hujan?”, tanya Jeremy sambil menikmati air hujan.
“Kamu
siapa? Terserah aku dong. Lagian aku sangat suka hujan.”,jawabnya.”Ayo
berteduh, cepat!”, ucap Jeremy kepada perempuan itu.
“Iya
iya”, patuhnya.
Jeremy tersenyum geli jika ia
teringat akan hal itu. Tiba-tiba saja lamunannya buyar ketika sosok gadis
berambut panjang berdiri dihadapannya. Jeremy menoleh dan ternyata gadis itu
ialah Pricilla. Ia tersentak kaget.
“Pricilla? Kenapa kau bisa ada
disini?”, tanya Jeremy. “Terserahku dong. Ini kan tempat umum. Oh ya, senang ya
kalau temannya jatuh lalu kau tertawa puas begitu seperti tadi.”, ucap Pricilla
denga penuh kesal. “Haha, lagian kau juga begitu sih. Sudah tahu aku marah tapi
masih dikejar-kejar saja. Ya sudah deh aku minta maaf.”, pinta Jeremy.
“Eh, mestinya aku yang meminta
maaf. Aku sudah membuatmu kecewa. Aku yakin kalau kau kangen denganku. Iya kan?
Ngaku deh..”, canda Pricilla. “Kangen? Hahaha. Dasar kau ini. Uhh, gemes deh.”,
ucap Jeremy dengan mencubit pipi Pricilla yang tembem itu kemudian lari dari
Pricilla. “Awas kau Jeremy.”, ucap Pricilla. Pricilla berusaha mengejar jeremy
tetapi kakinya terasa sakit dan ia hanya berlari dengan tertatih-tatih.
Mereka menghabiskan waktu bersama
di taman itu. Taman yang menjadi kenangan saat mereka tua nanti. Senyum, tawa,
serta tingkah mereka membuat mereka sadar akan sesuatu. Sesuatu yang menjadikan
segalanya berubah. Masa lalu mereka tiba-tiba terhiraukan. Bahkan terlupakan.
“Jeremy....”, panggil Pricilla.
“Ya?”, jawabnya. “Menurutmu, apa arti tentang kematian?”, tanya gadis itu
serius. “Kematian? Kenapa kau bisa bertanya tentang itu?”, tanyanya balik.
“Aku hanya bertanya saja”. “Oh,
aku tidak bisa menjawabnya. Aku bingung. Kematian menyeramkan sekali.
Menurutmu?”, tanya Jeremy.
“Kematian adalah keberuntungan
menurutku. Tapi sayang, orang yang ditinggalkan jadi sedih dan muram sekali wajahnya.
Oh ya, aku ingin bercerita kepadamu.”, ucap Pricilla. “Silahkan”, jawab Jeremy
singkat, padat, dan jelas.
“Papaku yang kau tahu sekarang
adalah papa tiriku. Papa kandungku sudah meninggal dua tahun yang lalu tepatnya
tanggal 10 April 2010. Kecelakaan itu membuatku trauma hingga sekarang. Aku
merindukan Papa kandungku. Yah, aku tahu kalau Papa tiriku juga baik padaku.
Tapi, rasanya bagaimana begitu. Kapan ya semuanya bisa seperti dulu lagi?”,
ucap Pricilla dengan sedih.
“Turut berduka cita ya. Aku
tidak tahu tentang masa lalumu yang begitu menyedihkan buatmu. Seandainya waktu
bisa terulang kembali. Pasti kau akan merasakan semuanya berjalan dengan baik
seperti dahulu. Namun, dulu ya dulu. Sekarang ya sekarang. Bagaimanapun juga,
kita tidak bisa memutar semua itu lagi. Percayalah, bahwa Tuhan yang mnejadikan
semua itu indah pada waktu-Nya.”, ucap Jeremy.
“Ya, Jeremy. Aku tahu itu.
Terima kasih kau sudah membuatku menjadi lebih tenang.”, ucap Pricilla. “Ya,
sama-sama.”, ucap Jeremy.
Mereka berdua menghabiskan
banyak waktu di taman itu. Mereka sama-sama bercerita, bergurau, dan lain-lain.
Mereka berdua tampak bahagia. Bahagia sekali. Mereka berdua bisa merasakan
kedamaian dalam hati mereka. Akhirnya, mereka pulang ke rumah mereka
masing-masing karena sudah sore.
Setibanya dirumah, Pricilla
membuka handphone-nya untuk membuka facebook.
Ia menulis status di facebook-nya “Dan kau mengubah segalanya menjadi lebih
indah”. Saat itu juga, Jeremy juga membuka facebook-nya dan melihat status
Pricilla. Ia tersenyum riang. Namun yang masih diragukan, untuk siapa dia
menulis status tersebut. Dengan cepat Jeremy meng-klik ikon jempol yang artinya
like.
___
Setetes embun jatuh dari daun
yang hijau itu. Hawanya sangat dingin sekali. Kabut yang putih itu menutupi
indahnya pagi ini. Matahari belum bersinar sepenuhnya. Tetapi masih ada sedikit
cahaya yang menjadikan hari itu pagi. Jeremy dan Pricilla sama-sama bangun dari
tidur mereka di kamar mereka masing-masing. Dengan cepat, mereka mandi dan
segera pergi ke sekolah.
Di sekolahpun mereka berdua
datang secara bersamaan. Sungguh aneh hari akhir-akhir ini. Hingga membuat
mereka semakin kompak.
“Selamat pagi, Pricilla”, ucap Jeremy
dengan penuh semangat. “Selamat pagi juga Jeremy”, jawabnya. “Oh ya, terima kasih
ya sudah nge-like statusku tadi malam.”, imbuhnya.
“Sama-sama. Ngomong-ngomong
statusmu itu buat siapa?”, tanya Jeremy. “Hm, mau tahu aja atau kau mau tahu
banget? “, ucap Pricilla.
“Hahaha, mau tahu banget.”, kata
Jeremy sambil berjalan menyusuri koridor sekolah bersama Pricilla. Tampak adik
kelas mereka sedang mengamati mereka berdua bercakap-cakap.
“Hm, status itu untuk yang
namanya Alsonn.”, singkat Pricilla. “Alsonn? Siapa itu?”, tanya Jeremy. “Ya
kaulah. Mau siapa lagi?”, jawab Pricilla cepat. “Sejak kapan kau tahu namaku
Alsonn?”, tanya Jeremy singkat. “Kau ini aneh ya. Pikir saja sendiri.”, ucap
Pricilla.
Jeremy berhenti mendadak. Ia
masih berpikir darimana gadis itu tahu bahwa nama kepanjangannya Jeremy Alsonn.
Ia masih bingung dan penasaran. Tiba-tiba saja ia ingat sesuatu. Sebuah
percakapan singkat antara Jeremy dengan seseorang beberapa bulan lalu.
“Oh, ini rumahmu. Sepertinya rumah ini lama tidak dihuni. Tapi memang
kamu yang mempunyai rumah ini?”, tanya Jeremy.
“Iya.
Oh ya, perkenalkan. Namaku Gwen Pricilla .Kamu?”, ucap Pricilla sembari
menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.
“Jeremia
Alsonn. Tetapi panggil saja Jeremy. Sama saja kok.”, jawab Jeremy dengan senang
hati dan menerima jabat tangan itu.
Jeremy mulai teringat. Teringat
bahwa ia pernah memperkenalkan dirinya dengan nama lengkapnya. Ia tersenyum
geli saat pertama kali ia dipangggil Alsonn. Tetapi, apa benar status itu
untuknya? Bagi Jeremy yang sudah mengubah segalanya? Segala yang ada di hidup
Pricilla?
___
Hari berganti hari. Bulan
berganti bulan. Tahun berganti tahun. Semuanya seketika berubah menjadi lebih
baik. Jeremy dan Pricilla bersama teman-temannya yang lain menjalin hubungan
dengan akrab. Tahun memang sudah berganti. Tetapi persahabatan antar teman
sekelas tidak pernah terganti. Kehidupan mereka di sekolah juga semakin sulit.
Pelajaran yang sangat rumit untuk didalami menjadikan mereka stress dan frustasi. Namun, mereka tak
pernah lupa memberikan waktu luang untuk refreshing
untuk otaknya yang sangat pernuh dengan rumus-rumus.
Hari itu, sebenarnya ada sebuah
acara di sekolah lain. Namanya Student’s Fair XXXIV 2012. Jeremy sudah memiliki
niat untuk bisa mengajak Pricilla pergi.
Apalagi malam itu adalah malam
minggu. Jarang juga Jeremy mengajak Pricilla pergi malam minggu. Namun, ia
mengurungkan niatnya itu karena ia takut untuk mengatakannya. Jadi, terpaksa ia
pergi sendiri tanpa Pricilla. Walaupun malam itu sangat ramai dan banyak teman
dari Gerejanya yang pergi juga, tapi Jeremy masih merasakan sepi itu ada dalam
dirinya..... tanpa Pricilla.
“Jer, are you okay?”, tanya
Joshua. Salah satu teman dekat di Gereja. Mereka memang dekat. Namun, tak
sering Jeremy menceritakan semua kejadian-kejadian kepada Joshua.
“Yes, I am. “, katanya bohong. “Kalau
memang oke kenapa kau tetap murung begitu? Ada masalah atau ada bagaimana?”,
tanya Joshua sekali lagi. “Hmm, ehem. Aku tidak apa-apa. Ya sudah. Ayo kita
beli minuman saja. Haus banget.”, ajak Jeremy sengaja. “Oke, ayo!”, kata Joshua
semangat menandakan ia setuju.
___
Dua hari lagi adalah hari Kasih
Sayang atau Valentine. Beberapa hari lagi Pricilla juga akan berulang tahun. Sepertinya waktu terus
berjalan dengan cepat tanpa terasa. Jeremy menatap langit-langit kamarnya
dengan memegang gitar yang ada di atas badannya sambil menyanyikan sebuah lagu
pelan namun sangat menyentuh. Beautiful In White. Itulah lagu yang membuatnya
meleleh mendadak. Sejenak ia teringat Pricilla. Gadis yang
membuatnya......ceria dan selalu tersenyum. Namun dibalik itu, hati Jeremy
menyembunyikan sesuatu dari hatinya. Sepertinya..............
Tiba-tiba handphone-nya berbunyi
menandakan ada pemberitahuan facebook atau twitter-nya. Dengan cepat ia membuka
dan membacanya. “Tidak selamanya senyum
itu bisa menutupi masalah”, updated
by Gwenn Pricilla.Jeremy terkaget. Ia berpikir, pasti ada sesuatu yang
tidak beres. Ia tak berani untuk menyukai status itu. Jeremy mencoba untuk
memendamnya. Mungkin ia berpikir bahwa belum waktunya ia mengetahui semua yang
ada di kehidupan Pricilla.
Jeremy kembali menatap
langit-langit kamarnya dan kembali menyanyikan lagu Beautiful In White. Ia
berpikir, kado apa yang cocok untuk Pricilla di hari Valentine dan Ulang
Tahunnya nanti? Ia memilah-milah barang yang ada di pikirannya. Boneka, baju,
buku, jam tangan, kue hati, atau apa ya?
“Aha, aku tahu kado apa yang pas
untuk Pricilla!”, ucap Jeremy keras. Yah, mungkin tidak terlalu keras bila
terdengar di luar kamarnya.
Jeremy spontan berdiri dan cepat
untuk berganti baju untuk pergi ke sebuah toko tempat tujuannya untuk membeli
kado untuk Pricilla. Setelah, ia menemukan kado tujuannya itu, ia segera pulang
dan siap untuk membungkusnya walau hari Valentine kurang dua hari lagi.
___
Pricilla membuka kotak. Kotak
yang berisi sesuatu namun sangat berarti baginya. Kotak yang menyimpan sejuta
kenangan bersama orang yang sangat ia sayangi seumur hidupnya. Kotak ini ia
bungkus dengan sangat rapi. Memberinya surat di dalamnya. Kembali ia menyimpan
kotak itu di lemarinya. Berharap kotak itu menjadi kotak yang terbaik yang ia
punya.
Tiba-tiba langit berubah menjadi
mendung. Mendung yang sangat gelap. Hari yang awalnya masih terlihat siang
menjadi seperti sore hari. Hujan mengguyur secara tiba-tiba. Deras sekali.
Disertai angin kencang yang menggoyangkan tanaman serta pepohonan yang ada.
Pricilla tersenyum. Ia membuka handphone miliknya. Seperti biasa, ia membuka facebook kepunyaannya dan melihat-lihat
disana.
Secara kebetulan, Jeremy juga
sedang membuka facebook. Bahkan ia
menulis sebuah status. Pricilla tertawa kecil ketika ia melihat status itu. “Hujan, mengingatkanku pada waktu itu”.
Pricilla tahu bahwa status itu untuk dirinya. Karena perempuan itu, sangatlah
peka dalam segala hal. Tak mau kalah, Pricilla juga menulis sebuah status. “Rinai hujan basahi aku”. Di kamarnya, ia
tertawa terbahak-bahak.
___
Tak disangka bahwa hari yang
ditunggu-tunggu tiba. Hari Kasih Sayang. Setiap pasangan di dunia pasti tidak
mau melewatkan hari yang datangnya hanya sekali dalam setahun. Begitu pula
Jeremy dan Pricilla. Walaupun mereka tak pernah sadar bahwa banyak yang berkata
mereka adalah pasangan yang cocok. Seperti biasa, mereka bertemu di taman dekat
perumahan mereka. Mereka berjanji akan bertukar kado. Perjanjian itu saja
mereka rahasiakan. Mereka sudah tiba, dan saatnya untuk Make A Wish di hari
Kasih Sayang ini.
“Jeremy, ayo make a wish dulu.
Sama-sama ya? Kita make a wish satu menit. Kau coba pasang timer di jam tanganmu.”, pinta Pricilla. “Oke, ayo!”, ucap Jeremy
sambil menyalakan timer di jam tangannya satu menit dan mulai!.
Mereka make a wish di hari Kasih
Sayang ini. Entah apa yang mereka inginkan dan harapkan. Yang pasti yang mereka
harapkan adalah sesuatu yang indah dan tak pernah mengecewakan dalam seumur
hidup mereka. Timer berbunyi menandakan make a wish mereka sudah habis. Mereka
mengeluarkan kado dari tas yang mereka bahwa. Saat mereka membawa kado itu,
ketika pulang mereka juga akan membawa kado tetapi bukan kado yang mereka bawa
awalnya. Namun, kado yang mereka dapat dari hasil tukar kado itu.
“Ini. Kado buatmu. Semoga kau suka.”,
ucap Jeremy sambil menyerahkan kado yang ia bawa kepada Pricilla. “Ini juga
buatmu.”, ucap Pricilla sambil melakukan hal yang sama seperti yang Jeremy
lakukan tadi. “Membukanya secara bersamaan ya”, imbuh Pricilla. “Oke.
Satu..dua..tiga”, ucap Jeremy.
Mereka sibuk membuka kado yang
mereka dapat. Mereka berdua penasaran. Penasaran dengan kado yang mereka terima
masing-masing. Setelah kado itu terbuka, mereka tersenyum melihat kado yang ia
terima.
“Ya ampun, bagaimana kau bisa
tahu kalau aku sangat menyukai buku novel? Kau baik sekali. Terima kasih banyak
ya, Jeremy. Aku suka sekali. Kau tahu? Aku sangat suka sekali dengan buku
novel. Gara-gara novel aku memiliki cita-cita sebagai seorang Penulis.”, ucap
Pricilla riang. Sembari Pricilla membuka-buka surat dan novel itu, Jeremy
termenung melihat kado yang dipegangnya. Ia membaca surat di dalam kotak itu
juga. Ia membacanya.
Dear Jeremy Alsonn :)
Happy Valentine’s Day ..
Aku senang bisa merayakan hari Kasih
Sayang bersamamu ..
Pasti aku merasa bahagia saat aku
membuka kado itu darimu ..
Apa benar?
Jeremy tersenyum. “Benar sekali.
Kau senang dan sangat senang”, ucap Jeremy dalam hati kemudian melanjutkan
membaca.
Terima kasih ..
Oh ya, aku memberimu jam tangan ini.
Jam tangan yang penuh dengan sejuta harapan dan kenangan ..
Kau tahu?
Jam tangan ini adalah pemberian dari
Mamaku kepada Papa kandungku saat mereka baru pertama kali pacaran ..
Sungguh indah ya?
Dan saat Papaku telah meninggal, Mamaku
memberikan itu kepadaku dan aku menyimpannya ..
Aku harap kau juga akan menyimpannya .
Tentang alasan mengapa aku memberimu
jam tangan milik Papaku ini, sepertinya kau akan tahu nanti ..
Bye ..
Gwen Pricilla`
Jeremy
masih penasaran dengan alasan itu. Tapi ia berpura-pura tidak mengerti. Jeremy
mencoba memakainya dan jam itu pas sekali di pergelangan Jeremy. Pricilla yang
melihatnya langsung tersenyum.
“Pricilla, terima kasih untuk
jam tangan ini. Terima kasih juga telah memberi kepercayaan kepadaku untuk
menyimpan jam tangan milik Almarhum Papamu ini. Aku menyukai ini.”, ucap
Jeremy.
“Sama-sama. Aku senang kau
berkata seperti itu.”, ucap Pricilla.
Tiba-tiba mendung menutupi
indahnya siang ini. Hujanpun turun rintik-rintik. Tidak deras, tetapi juga akan
membasahi tubuh mereka. Akhirnya, mereka kembali ke rumah mereka dan
beristirahat.
___
Bulan Maret sudah tiba. Beberapa
hari lagi Pricilla berulang tahun. Namun, di bulan Maret sungguh membuatnya
frustasi karena banyaknya tugas dan ulangan serta ujian tengah semester. Tetapi
mereka dan teman-temannya tidak akan pernah menyerah untuk menghadapi itu
semua.
Dua hari sebelum Ulang Tahun
Pricilla, Jeremy kembali bingung untuk memberi kado apa yang terbaik di hari
ulang tahun Pricilla. Ia memikirkan sesuatu. Ia juga berusaha untuk
mengungkapkan perasaannya. Perasaan yang baru saja ia sadari akhir-akhir ini.
Perasaan yang ternyata lama ia rasakan namun tak pernah tahu tentang perasaan
itu.
Ternyata Jeremy menyukai
Pricilla. Bahkan mencintainya. Mencintai semenjak Pricilla hadir dalam
hidupnya. Kenapa ia baru sadar? Mau tak mau, Jeremy harus bisa memperjuangkan
cintanya itu sampai dapat. Ia membuka facebook
dan menulis status. “Ku suka dirinya,
mungkin aku sayang. Namun apakah mungkin kau menjadi milikku? ”. Ia
tersenyum senang.
Di sisi lain, Pricilla sedang
duduk di meja belajarnya. Meja yang menghadapkannya dengan jendela luar
rumahnya. Di depannya terdapat buku. Sebuah buku tebal yang menyimpan banyak
kisah yang terjadi di dalamnya. Ia menulisnya dengan sangat rapi dan menawan.
Ia mengambil bolpoin dan mencoba menulis sesuatu.
Sesekali ia tersenyum dan
murung. Entah apa yang ditulisnya hingga membuatnya seperti itu. Pasti yang
ditulisnya sangat indah. Bagaimana tidak? Apalagi ia memiliki cita-cita sebagai
penulis. Masih serius menulis di buku tebal itu.
___
Satu hari sebelum hari Ulang
Tahun Pricilla ...
Jeremy membuka handphone-nya.
Membuka foto-foto yang ada. Ia terkaget saat melihat fotonya bersama Pricilla
saat Ulang Tahun temannya. Ia tersenyum. Ia melihat foto itu lagi. Ia memakai
baju hem berwarna putih. Dan Pricilla memakai dress berwarna putih juga dengan
sedikit corak berwarna merah muda. Sungguh suatu kebetulan.
Pricilla membuka handphone-nya
dan membuka facebook. Ia mencoba
untuk menuli status. Tetapi tak ada inspirasi sama sekali. Beberapa menit
kemudian ia mendapat inspirasi. Ia menulis status. “Cinta tak mungkin berhenti secepat saat aku jatuh hati”.
Jeremy yang tadinya membuka foto
menjadi ingin membuka twitter. Saat
ia membuka twitter, ia melihat tweet yang sangat indah dan ia langsung
me-retweetnya. “Aku tak akan berhenti memperjuangkan, seseorang yang selama ini selalu
mengukir senyum, tawa, dan canda di wajahku”.
Ia
mencari-cari lagi dan menemukan tweet yang
juga sangat indah. Ia me-retweetnya.
“Mengenalmu, menyapamu, merindukanmu,
membayangkanmu, menyanyikan lagu tentangmu adalah bagian dari hari-hariku”.
___
Hari sudah berganti, hari itu
tanggal 10 Maret 2011. Tepat Ulang Tahun Pricilla ke-16 tahun. Pricilla membuka
matanya. Matanya masih sembab karena masih mengantuk. Ia menengok jam dinding
yang berada di kamarnya. Saat itu pukul 05.30 WIB. Sepertinya ia terlambat.
Terlambat bangun untuk pergi ke sekolah. Dengan cepat ia bangun dan masuk ke
kamar mandi yang ada dalam kamar itu.
Jeremy yang sudah bangun sejak
tadi pagi sudah siap untuk pergi ke sekolah. Namun, ia memiliki niat untuk
menjemput Pricilla untuk berangkat ke sekolah. Tapi ia ragu. Keraguan yang
mendalam apalagi saat Pricilla berulang tahun. Ia ragu juga dengan kado yang
dipegangnya. Kado yang terindah saat ia bersama Pricilla.
Hari ini rasanya sangat indah
sekali. Walaupun musim penghujan, tetapi pagi itu langit tidak terlalu mendung.
Awan putih yang berjalan menjadikan cakrawala yang indah itu terlihat sangat
biru dan indah seindah hati Pricilla. Sebelum ia berangkat ke sekolah, Pricilla
duduk di meja riasnya. Ia melihat kaca yang besar yang terlihat bayangan wajah
yang memang sama dengan dirinya. Ia tersenyum. Sesaat ia memejamkan matanya dan
mengucapkan satu permintaan yang terindah dalam hidupnya tahun ini ketika hari
spesialnya itu tiba. Harapan yang sama ketika ia melakukan Valentine Wish
dengan Jeremy. Tiba-tiba bunyi klakson sepeda motor terdengar di depan
rumahnya. Ia kembali membuka matanya dan pergi ke sekolah.
“Selamat Pagi.. Selamat Ulang
Tahun, semoga kau bisa panjang umur, sehat selalu, semakin pintar, dewasa dan
wish you all the best...”, ucap Jeremy saat Pricilla datang menghampirinya.
“Selamat Pagi juga, terima
kasih. Yeah! I miss all things will come true, today. I hope you too.”, ucapnya
dengan lancar saat berbicara dengan bahasa Inggris.
“Hhmm, so do I”, ucap Jeremy
singkat. “Oh ya, ini jaketmu. Maaf kalau berbulan-bulan denganku. Waktu itu
entah kemana jaket ini. Maaf juga kalau aku tidak memberi tahumu.”, kata
Pricilla sembari menyodorkan jaket yang waktu itu dibawa oleh Jeremy.
“Haha, kau ingat rupanya. Ya,
terima kasih.”, kata Jeremy sambil tertawa. “Iya, ya sudah ayo berangkat.”,
ucap Pricilla. Seketika, Jeremy menancapka gas sepeda motornya dengan cepat.
Di jalan mereka hanya terdiam
membisu satu sama lain. Tiba-tiba di tengah jalan, sepeda motor yang mereka
tumpangi terhenti karena sebuah mobil yang menghadang mereka dari belakang.
entah tak tahu siapa yang ada dalam mobil itu. Pricilla terkaget dan ketakutan.
Satu persatu orang yang berada dalam mobil itu turun.
Pricilla mengenali satu orang.
Orang itu adalah pria dan sangat besar badannya. Ia teringat saat ia berada di
Jakarta. Orang itu adalah orang yang terlibat dalam masalah di masa lalunya
yang membuatnya semakin terpuruk dan terjatuh. Pricilla semakin takut. Ia takut
bila orang itu akan mengancamnya.
Jeremy turun dari sepeda motor
dan berusaha untuk melindungi Pricilla. Salah seorang dari pria itu memegang
kedua tangan Pricilla dan satu lagi membawa Pricilla untuk menuju mobil.
Sedangkan Jeremy menghajar lelaki itu namun ia kalah. Kalah kuat dan cerdiknya
dengan lelaki itu. Jeremy terjatuh dan pipinya membentur aspal dan berdarah. Ia
ingin menolong Pricilla tetapi ia terlambat. Pricilla sudah dibawa kabur oleh
ketiga lelaki itu.
Jeremy merintih kesakitan dan
berusaha untuk bangun. Kakinya masih kuat untuk berdiri dan mengendarai sepeda
motornya itu. Ia berhenti di taman dekat perumahan itu. Ia mencari-cari sesuatu
dari tasnya. Sekotak hadiah kecil terbungkus kertas berwarna biru muda dengan pita
berwarna biru tua.
Ia termenung dan bertanya-tanya.
Siapakah lelaki itu tadi? Mengapa Pricilla tiba-tiba bersikap seperti takut
saat orang itu melihatnya? Apa hubungannya dengan Pricilla? Ia menjadi aneh.
Ia
berusaha menghubungi nomor handphone Pricilla tetapi tidak terjawab. Ia
khawatir sangat khawatir.
___
Pricilla dibawa di sebuah gudang
yang tak terpakai. Disana lembab dan gelap. Ia ketakutan. Tangannya diikat
dengan tali. Mulutnya disekap dengan kain berwarna biru. Akhirnya seseorang
yang ia kenali itu mengangkat suara.
“Masih ingatkah kau denganku?
Orang tua dari anakku yang kau bunuh! Kau adalah malaikat pencabut nyawa bagi
anakku!! Aku membencimu. Sekarang, kau akan merintih kesakitan seperti yang
dialami anak itu”, ucap orang itu.
Pricilla menangis. Kenapa tidak
ada yang menolongnya? Dimana kah orang tuanya? Orang-orang dekat di hari ulang
tahunnya? Tidak ada yang mau membantunya. Sejenak ia teringat kejadian dua
tahun yang lalu. Ketika ia dijuluki sebagai seorang pembunuh. Membuatnya
semakin bingung dan tidak tahu dengan apa yang mereka lakukan.
Tiba-tiba hujan turun dengan
sangat derasnya. Pricilla lega. Ia menghembuskan nafas panjang saat hujan
datang dengan tiba-tiba. “Hujan turun
dengan membawa pergi sedihku”, ucapnya spontan dan lelaki yang menjaga
Pricilla terkaget.
Hari sudah gelap dan malampun
tiba. Pricilla masih diikat dan disekap. Entah bagaimana caranya.Tetapi ia yakin
bahwa akan ada yang menolongnya. Tiba-tiba saja lampu penerang di gudang itu
mati total. Ia ketakutan. Ia merasa bahwa ia akan dibunuh oleh lelaki itu. Ia
memejamkan mata dan berdoa. Tiba-tiba tangan seseorang memegangnya. Ia menangis
dan terkaget. Kain yang ada dimulutnya terlepas sehingga ia dapat berbicara.
“Jika aku mati hari ini, kini
kau harus dapat lewati harimu tanpa diriku lagi. Kau juga akan terlarut dalam
kesendirian, saat akhirnya kau menyadari tiada lagi diriku ini. Walaupun kau
tidak akan sanggup tanpaku lagi. Terima kasih. Kau adalah penyemangat hidupku.
Aku mencintaimu di akhir hidupku.”, ucapnya untuk terakhir kalinya. Dan
tiba-tiba, gedung itu menyala sebuah tulisan. “I LOVE YOU, You’re my rain. I
LOVE RAIN because of you”.
Pricilla terkaget. Ia menoleh ke
belakang dan ternyata ada Jeremy berdiri di dekatnya. Pricilla menangis dan
memeluk Jeremy. Jeremy tersenyum.
“Terima kasih sudah memberi hujan terbaik di hidupku. Aku mencintaimu
Pricilla.”, ucap Jeremy.
“Semestinya aku yang berterima
kasih kepadamu. Dan apakah kau yang merencanakan ini semua? Dan apakah kau tahu
tentang masa laluku itu?”, tanya Pricilla.
“Aku lupa bahwa aku telah
merencanakan ini jauh-jauh hari. Ya, aku tahu. Orang yang waktu itu meninggal
adalah saudara sepupuku di Jakarta. Sebelumnya ia juga menyukaimu dan
mencintaimu. Karena suatu hal membuatnya ia terjatuh dan meninggal. Sekarang,
aku yang akan meneruskan perasaan itu. Dimana hatiku siap menerima setiap kesalahan yang kau
lakukan dengan tulus. Itu semua karena cinta saling memaafkan.”, katanya.
“Oh, begitu. Jeremy, aku juga
mencintaimu. Mencintaimu dengan tulus hatiku. Mencintaimu seperti kau juga
mencintaiku. Kau adalah orang terbaik dalam hidupku yang mau menerima keadaanku
apa adanya. Namun, persahabatan kita akan luntur setelah kita mengucapkan
kata-kata kalau kita sama-sama CINTA.”, jawab Pricilla.
“Ya, benar sekali. Oh ya, ini
kado untukmu.“, ucap Jeremy singkat sembari menyodorkan kotak berwarna biru
dengan pita yang yang sama warnanya.
“Wah, indah sekali. Ini adalah
kado terindah.”, ucapnya. Sebuah kalung bernama Gwenn Pricilla yang ia pegang
adalah kalung yang saat itu ia inginkan saat Valentine Wish. Ternyata
permintaan itu nyata di hari ulang tahunnya.
Hujan tiba-tiba datang sangat
deras. Jeremy dan Pricilla tersenyum. Mereka keluar dan menikmati hujan itu.
Orang tua mereka berdua yang melihat kejadian itu juga ikut tertawa dan
terkesan dengan pengorbanan Jeremy yang tidak akan pernah di sia-siakan. Jeremy
mengambil payung dan bertatapan empat mata dengan Pricilla. Seolah-olah mata
mereka berbicara. Romantis sekali. Ditemani hujan deras dan berharap semuanya
akan menjadi lebih baik untuk masa depan mereka. Selamanya.................
Ingatkah dengan “Pertemuan mereka adalah pertemuan yang indah.
Coba saja, kalau tidak hujan. Pasti Jeremy dan Pricilla tidak akan berjabatan
tangan seperti tadi. Bagi Jeremy, pertemuan karena hujan ini tidak akan
terlupakan. Sedangkan bagi Pricilla, .....masih dirahasiakan olehnya.” Saat
ini rahasia itu telah terungkap. Pricilla menyimpan perasaannya saat ia pertama
kali melihat wajah Jeremy. Ternyata ia jatuh hati pada pandangan pertama kepada
Jeremy. Indah sekali.
Dan siap
menunggu Tuhan menjadikan semua itu indah pada waktunya.
Epilog
“Di saat hujan ingatkah kau tentang suatu hal atau kenangan dimana cinta
mulai ada. Meskipun tak tahu saat itu. Yang ada hanya cinta tulus atau cinta
yang lain. Satu payung menjadi sebuah kisah kebersamaan yang mulai ada. Hingga
cinta terungkap dan menjadi sebuah kesatuan. “Tuhan, jadikanlah cinta itu lebih
baik. Yang pasti Engkau jadikan semua indah dan tepat pada waktunya”. (VBW)
“Ketika
ku melihat hujan deras itu, teringat saat pertama kali aku berjumpa denganmu..
Dan sejak saat itu kau hadir mengubah segalanya di hidupku...” (EY)
- The End
_
yOhane karya
Bonnè
Journee!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar